Mohon tunggu...
David F Silalahi
David F Silalahi Mohon Tunggu... Ilmuwan - ..seorang pembelajar yang haus ilmu..

..berbagi ide dan gagasan melalui tulisan... yuk nulis yuk.. ..yakinlah minimal ada satu orang yang mendapat manfaat dengan membaca tulisan kita..

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Bias Narasi Menghemat Tagihan Listrik

11 Juni 2020   19:02 Diperbarui: 13 Juni 2020   03:47 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (psychologicalscience.org)

Awal Mei saya sudah mengulas mengenai melonjaknya tagihan listrik pelanggan PLN "Boom" Tagihan PLN, Strategi Pembuktian Terbalik? Tulisan ini mengulas hal-hal yang mungkin menyebabkan lonjakan tagihan tadi.

Teknik menghemat listrik pun sudah saya ulas pada 'Daripada Dompet Ambyar, Kuy Berhemat Listrik!'. Kecerewetan seorang istri atau ibu lebih manjur dalam upaya mengontrol tagihan listrik. Hehe

Lalu dijudul berikutnya pun saya mengulas bagaimana memahami hak dan kewajiban pelanggan listrik. 'Yuk Cerdas Jadi Konsumen Listrik! Sudah Tahu Hakmu? Poin penting bahwa memang konsumen berhak mendapat penjelasan mengapa tagihannya melonjak.

Ketiga tulisan itu sederhana tujuannya. Untuk memberi wawasan bagi publik yang hampir semuanya pelanggan PLN.

Bias diksi hemat listrik

Saya cukup terusik dengan bias narasi yang muncul di media yang menggunakan diksi menghemat tagihan listrik. Ini sesuatu yang aneh menurut saya. 

Bila katakan berhemat itu basisnya adalah angka yang tinggi. Atau kondisi boros.

Yang masyarakat umumnya pahami saat ini adalah membandingkan rekening sebelum PSBB dengan rekening tagihan listrik selama adanya PSBB. Padahal ini biar bagaimana caranya, tagihannya tidak akan kembali ke tagihan sebelum PSBB. Ini sesuatu yang 'apple to orange'. Alias tidak nyambung. 

Tagihan listrik itu ya jumlah listrik yang digunakan dikalikan harga bandrol atau tarif. Jumlah listrik naik, meski tarifnya tidak naik. Ya wajar, tagihan naik.

Pola pemakaiannya saja sudah berbeda. Jadi kenaikan tagihan listrik ini normal saja. Tagihan listrik itu ya jumlah listrik yang digunakan dikalikan harga bandrol atau tarif. Jumlah listrik naik, meski tarifnya tidak naik. Ya wajar, tagihan naik. Itu saja rumusannya.

Rekening nya hanya akan normal kembali, jika pola pemakaiannya sama. Listrik yang digunakan sama banyaknya.

Saya lebih sreg dengan istilah bijak menggunakan listrik. Atau mengendalikan pemakaian listrik. 

Apa yang sebenarnya terjadi? Mari kita urai secara sederhana. 

Rekening tagihan pelanggan itu adalah tagihan pemakaian listrik bulan sebelumnya. 

Dalam hal berlangganan jenis reguler, paskabayar. Pakai dulu baru bayar. Bukan jenis prabayar 'token'. Misalnya pemakaian bulan Maret ditagihkan di April, pemakaian April ditagihkan di Mei, pemakaian Mei ditagihkan di Juni. Demikian seterusnya. 

Jadi jika pemakaian bulan April dan Mei sebetulnya tinggi, namun hanya ditagihkan rata-rata 3 bulan pemakaian, maka terkoreksi pada saat meteran dibaca oleh petugas.

Bagaimana perubahan pola pemakaian?

Pada bulan akhir Maret masyarakat melakukan karantina mandiri, lalu oleh Pemerintah dikeluarkan kebijakan PSBB. Masyarakat tinggal lebih banyak di rumah. Ini artinya peralatan listrik menjadi menyala lebih lama. Misalnya televisi yang menjadi hiburan keluarga, pasti menyala lebih banyak.

Penggunaan laptop atau komputer menjadi lebih lama, karena harus bekerja dari rumah 'working from home'. Harus menghadiri rapat online minimal satu jam. Belum lagi mesin AC 'air conditioning' harus menyala agar nyaman bekerja dari rumah. Lampu juga dinyalakan lebih lama.Anak juga melakukan 'study from home'. Juga menggunakan komputer, ruang dengan lampu penerangan, dan umumnya ber-AC.

Imbas pengeluaran lebih besar dari pendapatan

Saya melihat hal ini secara berbeda. Ketika sekarang publik ramai menyoal tagihan listrik. Ini lebih kepada pelampiasan kegelisahan saja sebetulnya. Misalnya saja, mengapa juga publik tidak menyoal misalnya tambahan biaya beli kuota data internet? Atau misalnya biaya beli rokok? Atau tagihan penggunaan air dari PDAM? Atau penggunaan gas LPG yang juga meningkat? 

Pengeluaran yang semakin bertambah namun tidak dibarengi dengan pendapatan yang memadai. Publik pun berteriak. Dan PLN apes mendapat imbasnya pelampiasan. Ini juga mesti ditangkap oleh Pemerintah bagaimana menggerakkan kembali ekonomi masyarakat yang saat ini terpuruk. 

PLN yang memberikan keringanan bagi pelanggan juga perlu diapresiasi. Tagihannya dibatasi naik 40% saja, dan sisanya dicicil di tiga bulan berikutnya. 

Salut dengan PLN yang berempati beri keringanan bagi pelanggannya, meskipun sebenarnya kondisi keuangan PLN sedang morat marit.

Juga ketika protes kenaikan tagihan listrik ini ramai, ada orang di pelosok sana yang tercederai rasa keadilannya. Listrik pun dia belum kenal. Tidak ada listrik di kampungnya. Jadi dia tidak tahu itu, apa yang disoal orang-orang yang lebih beruntung dari dia.

Jadi kita yang bisa hidup nyaman dengan listrik harus banyak bersyukur juga. Tentu bijak pula menggunakan listrik.

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun