Mohon tunggu...
David F Silalahi
David F Silalahi Mohon Tunggu... Ilmuwan - ..seorang pembelajar yang haus ilmu..

..berbagi ide dan gagasan melalui tulisan... yuk nulis yuk.. ..yakinlah minimal ada satu orang yang mendapat manfaat dengan membaca tulisan kita..

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Kuliah Tanpa Skripsi atau Tesis, Bisakah Menjadi Bagian dari "New Normal"?

6 Juni 2020   16:23 Diperbarui: 6 Juli 2020   05:50 3452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Skripsi 'sampah' yang sempat viral (suara.com)

Lebih sedikit yang dibimbing tentunya akan menaikkan kualitas skripsi itu sendiri. Ketimbang dosen membimbing 10 mahasiswa, 5 di antaranya ogah-ogahan. Lebih bagus 5 saja, yang memang serius.

Dosen tidak perlu terbebani dengan mahasiswa malas tadi. Biarlah yang 5 tadi tetap lulus, tetapi akan sulit ketika ingin kuliah lebih lanjut. Ini sekaligus meningkatkan kualitas calon mahasiswa pascasarjana nantinya.

Menakar untung rugi mengambil proyek akhir atau skripsi

Untuk mahasiwa yang berkeinginan untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang lebih tinggi, adanya skripsi menjadi penting. Mengapa? Karena pada prinsipnya jenjang pendidikan tinggi 'higher degree' harus memberikan kontribusi kebaruan ilmu. Yang mana ini dilakukan melalui penelitian-penelitian.

Jika pernah skripsi, tentu sudah mengalami fase meneliti secara sederhana. Menyelesaikan suatu masalah dalam kerangka pikir akademik. Berlatih pula menuliskan dalam bentuk paper atau karya tulis skripsi.  Saya katakan berlatih karena tulisan itu tidak diharuskan untuk terbit di jurnal ilmiah. 

Bagi alumni yang pernah mengerjakan skripsi tentu ada bahan cerita. Ketika menghubungi calon supervisor atau pembimbingnya. Ada yang jadi bahan wawancara. Dan calon supervisor bisa menilai bahwa calon mahasiswa nya memang layak untuk bergabung menjadi mahasiwa peneliti pada level yang lebih tinggi. Singkatnya skripsi atau tesis akan menjadi nilai plus bagi alumni tersebut jika lanjut kuliah lagi.

Bagaimana kewajiban skripsi di negara lain?
Tidak semua program dalam universitas luar negeri mewajibkan untuk membuat skripsi. Gelar kesarjanaan melalui sistem mengikuti mata kuliah 'by course' dan atau ditambah penelitian/skripsi 'by research'. 

Di Australia misalnya program S1 atau Bachelor umumnya merupakan coursework program tanpa skripsi, tesis, maupun penelitian. Mahasiswa dinyatakan lulus sepanjang sudah menyelesaikan sejumlah mata kuliah yang mereka harus ambil. 

Tentu hal tersebut dapat dilalui dengan ujian, presentasi, presentasi dengan grup, dan lainnya. Tetapi disamping itu, ada beberapa jurusan yang memang dalam pilihan mata kuliahnya diminta untuk melakukan proyek penelitian baik individual atau group. Mahasiswa tak perlu kalang kabut memikirkan judul skripsi serta menyiapkannya.

Program sarjana ini umumnya hanya berdurasi 3 tahun. Namun ada yang berdurasi 4 tahun dimana tahun terakhirnya adalah penelitian. Program 4 tahun tersebut adalah Bachelor of Engineering atau Architecture yang mensyaratkan mahasiswanya untuk mengerjakan skripsi setara 12 credit.

Mudah membedakan mana mahasiswa yang mengerjakan skripsi atau thesis pada tahun terakhirnya. Gelar Bachelor  ditambahkan (Hons) atau Honours, menjadi B.Sc (Hons). Jika tanpa skripsi, cukup B.Sc. Namun demikian, tetap sama-sama sarjana. Sama-sama berhak mendapatkan pekerjaan setelah selesai studi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun