Sexy Killers dan Planet of The Humans dalam tulisan yang lalu.Â
Sebelumya saya telah mengulas opini-opini terkait energi dalam filmSaya sangat terkesan dengan tulisan Profesor (Emeritus) Ian Lowe dari School of Science, Griffith University, Australia.
Kepakarannya selama 50 tahun dalam mempelajari dan menulis tentang pasokan dan penggunaan energi, dan konsekuensi lingkungannya sepertinya terusik.
Sang pakar menilai ada tiga hal keliru yang berkaitan dengan energi terbarukan. Saya akan merangkumnya sebagai berikut:
Menyoal film Planet of the Humans dari konteks ke-Australia-an.
Merujuk pada fakta-fakta sistem penyediaan energi di Australia, Profesor Ian menuliskan bantahan sekaligus membangun optimisme akan energi terbarukan pada publik.
Setidaknya ada tiga hal mendasar yang keliru:
1. Pembuatan panel surya besar pasak daripada tiang!
Film ini menyatakan bahwa energi yang dihasilkan panel surya lebih kecil daripada energi yang digunakan saat membuatnya.
Memang benar bahwa banyak energi dihabiskan untuk memproduksi panel surya. Sama halnya dengan produksi pembangkit listrik tenaga batu bara, kilang minyak dan pipa gas. Juga memerlukan energi yang besar.
Dengan mengatakan efisiensi pansel surya hanya 8%, dan lifetime kurang dari 10 tahun, jelas-jelas keliru.
Faktanya bahwa efisiensi panel surya sudah mencapai 15 - 20% lebih saaat ini, dan masih terus ditingkatkan. Proyek PLTS dihitung dengan umur 20 - 25 tahun.
2.Energi terbarukan tidak akan menggantikan energi fosil!
Klaim ini juga tidak benar. Faktanya bahwa di South Australia, pesatnya pembangunan PLTS (solar PV) dan PLTBayu (wind power) telah mampu menggantikan PLTU yang telah dihentikan operasinya.
Bahkan kelebihan listriknya dikirim ke Victoria. Australian Energy Market Operator (AEMO) malah optimis bahwa tahun 2025 nanti, 75% listrik akan dipasok dari energi terbarukan.
3. Solar PV dan Angin butuh back-up pembangkit berbahan bakar fosil.
Benar adanya bahwa perlu ada cadangan pembangkit ketika angin tidak bertiup dan matahari tidak bersinar.
Namun tidak harus menggunakan pembangkit fosil. Teknologi baterai sudah tersedia menjadi pilihan yang lebih bersih dan cepat, saat ini harganya terus turun dan menjadi lebih murah, sehingga akanlebih banyak digunakan.
AEMO memperkirakan instalasi baterai sebagai penyimpan energi listrik akan meningkat mencapai 5,6 gigawatt pada 2036-37.
Baterai Tesla skala grid juga sedang dikembangkan di Australia Selatan. Teknologi batera alami 'pumped-hydro storage' masuk dalam rencana sistem kelistrikan New South Wales, pada 2040 akan dipasok  89% listriknya dari energi matahari dan angin.
Apa yang benar dari film ini? Tidak semua klaim dalam film ini salah, ada beberapa yang sangat benar, dan menjadi perhatian.
1. Kita perlu mengendalikan pertumbuhan populasi.
Film ini mengamati bahwa pertumbuhan populasi masalah bagi perubahan iklim, namun dikatakan bahwa politisi enggan membicarakan batasan pertumbuhan populasi "karena itu akan berdampak buruk bagi bisnis". Â Meningkatnya populasi berarti meningkatnya permintaan energi dan sumber daya lainnya, jelas akan mempercepat perubahan iklim.
2. Energi biomassa tidak ramah lingkungan, bahaya nya lebih besar daripada manfaatnya!
Benar bahwa ada teknologi energi terbarukan yang sama sekali tidak ramah lingkungan. Seperti yang diungkap dalam film ini, menghancurkan hutan untuk bahan baku pembangkit biomassa sangat berbahaya bagi lingkungan - karena hilangnya habitat, kerusakan sistem air, dan waktu yang dibutuhkan oleh hutan untuk pulih kembali dari penebangan kayu.
3. Pertumbuhan tak terbatas di planet terbatas adalah bunuh diri.
Film ini menghitung bahwa kebutuhan hidup manusia melonjak  1.000 kali dibandingkan pada 200 tahun yang lalu. Dikatakan ada sepuluh kali lebih banyak orang zaman modern sekarang, masing-masing menggunakan 100 kali sumber daya.
Para ahli telah berkali-kali mengingatkan bahwa kebutuhan manusia akan sumber daya laam telah merusak alam yang menjadi sandaran semua kehidupan.
Menyoal dari konteks ke-Indonesia-an.
Saya sendiri sepakat dengan hal yang diungkapkan Profesor Ian tersebut, meski dibicarakan dengan konteks Australia.
Bagaimana jika dibawa pada konteks ke-Indonesia-an. Berikut ulasan dari saya yang bukan pakar seperti Profesor Ian tersebut, dan baru belajar mengenai 'energi terbarukan' ini:
Planet of The Humans mengatakan bahwa pembuatan panel surya besar pasak daripada tiang! Saya sama sekali tidak percaya, kita kan malah belum membuatnya. Bagaimana mau percaya? Hehe.
Namun bukan ini pesan yang kita bisa tangkap. Ini seakan menyuruh Indonesia segera punya industri dalam negeri untuk membuat panel surya ini, dan buktikan sendiri apa iya besar pasak dari tiang?Â
Indonesia sama sekali bisa menggantikan energi fosil dengan energi terbarukan. Berita-berita yang tertulis setiap ada peresmian proyek energi terbarukan, disertai penekanan bahwa kehadiran pembangkit energi terbarukan itu menghemat sekian ribu liter bbm genset, menghemat subsidi listrik sekian miliar rupiah, dan seterusnya.
PLTS Kupang 5 MW yang diresmikan Presiden Jokowi pada akhir 2015, diperhitungkan akan menghemat BBM sebesar 225.000 liter atau setara penghematan biaya Rp1,9 miliar per bulan.
Tidak hanya sekedar substitusi, malahan untuk daerah terpencil, PLTS atau pembangkit listrik mikrohidro menjadi satu-satunya sumber energi.Â
Atau contoh lain adalah pencampuran B-20, B-30 pada BBM yang digunakan oleh PLTD yang dioperasikan PLN. Ini jelas-jelas mensubstitusi sebagian energi fosil kan?
Solar PV dan Angin butuh back-up pembangkit berbahan bakar fosil. Untuk saat ini, rasanya pernyataan ini tidak sepenuhnya salah.
Lalu untuk sistem-sistem kecil 'off-grid', lokasi terisolasi, pulau-pulau kecil, maka PLTS solar PV) atau PLT Bayu (wind) sering dipasangkan dengan genset, mengingat untuk kemudahan operasi, dan juga harga baterai skala kecil relatif mahal.
Namun ke depannya, seiring berkembangnya teknologi dan harga yang terus turun, penggunaan back-up genset ini akan beralih pada penggunaan baterai penyimpan.
Atau jika sudah tersambung dengan sistem besar, tidak memerlukan back-up atau baterai sama sekali.
Kemudian, apakah biomass/Biofuel merusak lingkungan? Ini pun tidak sepenuhnya benar dalam kacamata Indonesia.
PLT Biomass 6 MW di Bangka misalnya, memanfaatkan sisa janjan kosong (cangkang sawit). Atau pembangkit biogas yang dengan pemanfaatan gas methan dari limbah cair sawit. Ini kan tidak merusak hutan, malah meningkatkan nilai tambah bagi perusahaan pengolahan kelapa sawit.Â
Tentunya kita tidak perlu menelan mentah-mentah apa yang disajikan oleh Planet of the Humans tersebut. Ambil pesan-pesan yang baiknya saja, abaikan yang tidaknya. Hehe
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H