Postingan netizen pada media sosial seringkali membuat cemas. Banyak sekali isu negatif bertebaran di jagad digital. Berita palsu ‘hoax’ merajalela, entah karena ada pihak yang sengaja atau ketidakmampuan netizen untuk membedakan, mana yang palsu mana yang benar.  Ini salah satu contoh, betapa media online berperan penting dalam membangun rasa tenang atau rasa cemas pada masyarakat yang semakin melek digital.Â
Tidak mengherankan, karena memang gadget ada dalam genggaman. Dalam situasi 'terkurung' sekarang ini, gadget menjadi teman setia. Masyarakat menjadi lebih aktif akrab dengan media online, utamanya media sosial. Gadget dalam genggaman, membuat orang lebih media sosial friendly, melihat berita, atau sekedar browsing berita online.
Masyarakat terkadang latah, memasang status medsosnya, entah berita positif atau berita negatif bahkan palsu. Mungkin supaya terlihat keren atau dibilang up to date. Maka pasanglah status di medsos. Lahirlah status yang membanding-bandingkan penanganan Covid-19 di negara lain, lebih bagus daripada di Indonesia. Ada postingan negatif yang mengkritik kebijakan pelarangan mudik. Tetiba banyak yang menjadi ahli kritik. Tak ayal, kegalauan masyarakat dituangkan dalam media sosial. Mencela Pemerintah, tanpa ada saran atau solusi. Â
Celakanya, postingan-postingan negatif ini bisa mempengaruhi pikiran orang lain yang membaca. Orang lain yang tadinya tidak punya pemahaman, akhirnya dicekokin dengan pengetahuan yang salah. Berbeda halnya dengan orang lain yang kritis. Tentunya akan bertanya, apa iya benar begitu? Ada proses menyaring informasi, ada proses literasi informasi digital. Â Belum sepenuhnya mampu mencerna media online. Namun, masyarakat kita yang heterogen, lebih banyak langsung menyerap postingan tadi, dan menjadi seolah-olah pengetahuan yang benar baginya.
Belum lagi baru-baru ini muncul video teroris dari Poso, yang seakan tidak ingin dilupakan karena masyarakat tenggelam dalam hiruk-pikuk pandemic Covid-19.Â
Semua ini tentu bisa saja menghilangkan rasa damai. Bahkan menambah ketakutan pada pikiran masyarakat.
Rasanya tepat kata-kata bijak yang mengatakan "Kamu adalah apa yang kamu pikirkan!"
"The mind is everything. What you think you become." -Â BuddhaÂ
Pun umat Muslim sering mengatakan hal ini dalam salamnya. Assalamalaikum. Peace be upon you.
Bagi umat Kristiani, bacaan Injil hari ini sangat relevan dengan situasi dunia saat ini. "Damai sejahtera bagimu!" demikian sapaan Yesus kepada para murid. Saat Yesus hadir menyapa murid-muridNya yang tengah galau kehilangan Sang Guru panutannya. Kehadiran Yesus menghilangkan rasa cemas para murid. Status pikiran mereka yang kalut seketika berganti menjadi perasaan damai sejahtera. Â
Demikian lah juga, kita pun bisa memberikan rasa damai kepada orang lain. Melalui sapaan hangat yang langsung atau sapaan melalui media sosial kepada teman-teman.Â
Meluruskan berita hoax yang tersebar di grup Whatsapp dan lainnya. Dengan menularkan kebaikan, kita bantu orang lain turut memikirkan hal baik. Kita bisa sebarkan juga damai sejahtera kepada untuk menghapus rasa takut dan cemas dalam benaknya. Dengan cara ini Wajah Kerahiman Ilahi tercermin dalam hidup kita.Â
Selamat hari minggu. Tuhan memberkati. Salam damai sejahtera.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H