Mohon tunggu...
David F Silalahi
David F Silalahi Mohon Tunggu... Ilmuwan - ..seorang pembelajar yang haus ilmu..

..berbagi ide dan gagasan melalui tulisan... yuk nulis yuk.. ..yakinlah minimal ada satu orang yang mendapat manfaat dengan membaca tulisan kita..

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Diskon Uang Sekolah? Subsidi atau Tanggung Renteng?

14 April 2020   10:10 Diperbarui: 14 April 2020   18:15 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Orangtua mendampingi anak belajar. Niwat singsamarn/shutterstock.com

Semenjak kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diberlakukan resmi, masyarakat dihimbau untuk work from home dan study from home. Kantor Pemerintah dan swasta ditutup sementara, pekerjaan diupayakan dikerjakan dari rumah.  Demikian juga sekolah-sekolah diliburkan, demi mencegah meluasnya penyebaran Covid-19. Hal ini juga menyebabkan pusat kegiatan belajar berpindah dari sekolah menjadi di rumah. 

Belajar dari rumah

Kegiatan pembelajaran yang sebelumnya dilakukan melalui tatap muka antara guru dan murid, sekarang mandiri oleh murid dibantu orangtuanya. Biasanya hanya PR atau tugas sekolah saja yang dikerjakan di rumah. Saat ini, baik belajar atau tugas-tugas, semuanya dilakukan di rumah.  

Murid dituntut tetap belajar memanfaatkan fasilitas yang ada di rumah. Bagi yang ekonomi mampu, lebih lengkap fasilitas yang dipunya, kuota internet tidak masalah, rata-rata memiliki komputer atau tablet. Namun tidak demikian hal nya bagi yang tidak mampu. Belum tentu punya komputer di rumah. Untuk bertahan hidup sehari-hari juga sudah berjuang. 

Mudah-mudahan dengan adanya program belajar dari rumah yang dilaunching Kementerian Pendidikan bekerjasama dengan TVRI, mempermudah proses belajar selama pandemi Covid-19 ini. Belajar dengan menonton TV tidak memerlukan kuota data. Ini tentu mengurangi beban pulsa.

Mendadak guru. Orangtua kerjanya nambah, penghasilan tidak

Mencermati perkembangan yang ada, saya agak terenyuh juga melihat para orangtua yang terbebani kewajiban ‘mengajar’. Terutama untuk keluarga yang kurang mampu. Belum tentu mereka punya pengetahuan cukup untuk mengajar anak-anaknya. Justru karena itulah anak-anak dikirim ke sekolah, agar dapat belajar dari para guru disana. 

Orangtua sudah cukup pusing dengan penghasilan yang hilang, padahal biaya hidup tidaklah murah. Dengan berada di rumah, biaya makanan mungkin akan naik. Pemakaian alat listrik pasti bertambah. Tagihan listrik bisa membengkak. Untungnya Pemerintah menambah subsidi dengan memberikan gratis listrik dan diskon tagihan untuk tiga bulan ke depan bagi kelompok masyarakat kurang mampu ini.

Pada level ekonomi menengah, sebagian orangtua yang mulai mengeluhkan uang sekolah anaknya. Meski tidak mendapat jasa pengajaran dari sekolah anaknya, tetap harus membayar penuh. Ibu-ibu terutama, mereka mengeluhkan, kan kami yang mengajar anak-anak kami, diskon dong uang sekolahnya. Ini keluhan yang sangat nyata dan wajar. Mengingat penghasilan mereka berkurang, bahkan hilang, darimana untuk bayar uang sekolah itu. Bagi yang masih punya tabungan, mungkin belum begitu masalah. 

Pekerjaan mengajar menjadi tambahan bagi orangtua, padahal penghasilan tidak bertambah. Rasanya pantas jika uang sekolah di-diskon selama PSBB ini diberlakukan, atau bahkan dibebaskan saja. Bila tidak bisa memberikan bantuan tambahan penghasilan, setidak-tidaknya pengeluarannya diringankan. Misalnya Pemerintah, berikan tambahan dana Bantuan Operasional Sekolah, mengingat para guru, karyawan, satpam sekolah juga butuh tetap mendapat hak gajinya. Mereka juga punya keluarga yang harus dinafkahi. 

Diskon uang sekolah

Nampaknya hal ini disadari oleh sebagian sekolah. Beberapa sekolah di daerah memberikan potongan uang sekolah bagi para siswa nya. Salah satu sekolah di Medan, secara mandiri memberikan potongan selama dua bulan. Di Kendal, ada satu SMK swasta yang memberikan potongan SPP 25%. Di Bogor, ada sekolah yang memberikan diskon 10%. Ada juga sekolah lainnya yang menjerit, siswa tidak membayar uang sekolahnya. Ini terjadi di Jawa Barat, sekolah mengeluhkan bagaimana menutup biaya operasionalnya. Seperti pembayaran rekening listrik, air PDAM, internet. Biaya membuat penugasan daring, sekolah juga membiayai pemakaian internet dan pulsa telepon guru.

Ada himbauan dari DPRD kepada Pemerintah Daerah agar menyurati yayasan dan sekolah swasta agar memberikan diskon uang sekolah, misalnya di Batam. Anggota DPRD Medan juga melakukan hal sama, meminta Pemko Medan melalui Dinas Pendidikan dapat membicarakan hal teknis pengurangan uang sekolah tersebut dengan pihak pengelola yayasan pendidikan yang ada di Kota Medan.


Tanggung renteng

Mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan amanah konstitusi, termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.  Namun demikian Pemerintah tidak bisa sendirian untuk tanggung jawab ini. Sekolah, murid, guru, orangtua pun perlu berperan dalam proses belajar mengajar ini. Terutama masa-masa pandemi yang belum berakhir.  Namun terkait dengan biaya, rasanya boleh lah ditanggung renteng. 

PSBB ini kan juga force majeur sifatnya. Terkait dengan pembiayaan, tidak adil juga jika dalam situasi sulit seperti ini, sekolah dibebankan tanggung jawab ini. Tidak adil pula, jika sepenuhnya dibebankan pada orangtua murid. Pemerintah pun punya kemampuan anggaran yang terbatas. Untuk itu perlu saling pengertian, berbagi beban. 

Misalnya sebagian uang sekolah, dibantu oleh Kementerian Pendidikan atau Dinas Pendidikan, bisa bervariasi tergantung ekonomi orang tua si murid atau melihat kondisi sekolahnya yang berbeda satu sama lain. Atau bahkan seluruh uang sekolah ditanggung oleh Pemerintah, toh UN sudah dibatalkan. Sebagian alokasi dana UN bisa dialihkan untuk bantuan uang sekolah ini. Untuk sekolah yang mampu, misalkan sekolah international, atau sekolah swasta bonafit, rasanya legowo jika tidak dapat bantuan. 

Terutama uang sekolah anak-anak masyarakat tidak mampu. Bisa juga subsidi diberikan kepada orang orang tua siswa yang membutuhkan untuk pembelajaran daring atau online kan menggunakan kuota. Perlu ada strategi dan cara kreatif agar murid tetap belajar tanpa harus dipusingkan darimana uang untuk membeli kuota internet. Anggota DPR/DPRD pun bisa ambil bagian dengan hak budgeting yang dipunya, untuk memastikan pengalihan anggaran dalam APBN atau APBD untuk pendidikan. Tanpa harus saling melempar tanggung jawab, sinergi antara orangtua, murid, guru, sekolah, wakil rakyat dan Pemerintah akan memudahkan langkah melalui masa pandemi Covid-19 ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun