Semenjak kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diberlakukan resmi, masyarakat dihimbau untuk work from home dan study from home. Kantor Pemerintah dan swasta ditutup sementara, pekerjaan diupayakan dikerjakan dari rumah. Â Demikian juga sekolah-sekolah diliburkan, demi mencegah meluasnya penyebaran Covid-19. Hal ini juga menyebabkan pusat kegiatan belajar berpindah dari sekolah menjadi di rumah.Â
Belajar dari rumah
Kegiatan pembelajaran yang sebelumnya dilakukan melalui tatap muka antara guru dan murid, sekarang mandiri oleh murid dibantu orangtuanya. Biasanya hanya PR atau tugas sekolah saja yang dikerjakan di rumah. Saat ini, baik belajar atau tugas-tugas, semuanya dilakukan di rumah. Â
Murid dituntut tetap belajar memanfaatkan fasilitas yang ada di rumah. Bagi yang ekonomi mampu, lebih lengkap fasilitas yang dipunya, kuota internet tidak masalah, rata-rata memiliki komputer atau tablet. Namun tidak demikian hal nya bagi yang tidak mampu. Belum tentu punya komputer di rumah. Untuk bertahan hidup sehari-hari juga sudah berjuang.Â
Mudah-mudahan dengan adanya program belajar dari rumah yang dilaunching Kementerian Pendidikan bekerjasama dengan TVRI, mempermudah proses belajar selama pandemi Covid-19 ini. Belajar dengan menonton TV tidak memerlukan kuota data. Ini tentu mengurangi beban pulsa.
Mendadak guru. Orangtua kerjanya nambah, penghasilan tidak
Mencermati perkembangan yang ada, saya agak terenyuh juga melihat para orangtua yang terbebani kewajiban ‘mengajar’. Terutama untuk keluarga yang kurang mampu. Belum tentu mereka punya pengetahuan cukup untuk mengajar anak-anaknya. Justru karena itulah anak-anak dikirim ke sekolah, agar dapat belajar dari para guru disana.Â
Orangtua sudah cukup pusing dengan penghasilan yang hilang, padahal biaya hidup tidaklah murah. Dengan berada di rumah, biaya makanan mungkin akan naik. Pemakaian alat listrik pasti bertambah. Tagihan listrik bisa membengkak. Untungnya Pemerintah menambah subsidi dengan memberikan gratis listrik dan diskon tagihan untuk tiga bulan ke depan bagi kelompok masyarakat kurang mampu ini.
Pada level ekonomi menengah, sebagian orangtua yang mulai mengeluhkan uang sekolah anaknya. Meski tidak mendapat jasa pengajaran dari sekolah anaknya, tetap harus membayar penuh. Ibu-ibu terutama, mereka mengeluhkan, kan kami yang mengajar anak-anak kami, diskon dong uang sekolahnya. Ini keluhan yang sangat nyata dan wajar. Mengingat penghasilan mereka berkurang, bahkan hilang, darimana untuk bayar uang sekolah itu. Bagi yang masih punya tabungan, mungkin belum begitu masalah.Â
Pekerjaan mengajar menjadi tambahan bagi orangtua, padahal penghasilan tidak bertambah. Rasanya pantas jika uang sekolah di-diskon selama PSBB ini diberlakukan, atau bahkan dibebaskan saja. Bila tidak bisa memberikan bantuan tambahan penghasilan, setidak-tidaknya pengeluarannya diringankan. Misalnya Pemerintah, berikan tambahan dana Bantuan Operasional Sekolah, mengingat para guru, karyawan, satpam sekolah juga butuh tetap mendapat hak gajinya. Mereka juga punya keluarga yang harus dinafkahi.Â