Mohon tunggu...
David F Silalahi
David F Silalahi Mohon Tunggu... Ilmuwan - ..seorang pembelajar yang haus ilmu..

..berbagi ide dan gagasan melalui tulisan... yuk nulis yuk.. ..yakinlah minimal ada satu orang yang mendapat manfaat dengan membaca tulisan kita..

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Listrik Murah tapi Bersih? Nih, Setrum Cap Surya!

13 April 2020   03:49 Diperbarui: 13 April 2020   07:15 1257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Panel surya dalam bohlam, Vaclav Vorlab/shutterstock.com

Pernahkah kau merasa.. jarak antara kita..

Kini semakin terasa..sejak kau kenal dia..

Banyak yang pastinya tidak asing dengan lirik lagu ini. Lagu yang hits dari Judika. Pun ini relevan dengan situasi saat ini. Pandemi Covid-19 mewajibkan semua untuk jaga jarak, physical distancing. 

Tapi disini kita tidak akan membahas masalah lirik ataupun jarak ini. Kita malahan akan mencermati energi terbarukan di Indonesia. Mengapa energi terbarukan (renewable energy) ini merupakan energi masa depan Indonesia. 

Ladang energi

Untuk potensi sumber energi, tidak perlu diragukan, Indonesia ini ladang energi. Berlimpah Tuhan sediakan di bumi nusantara. Entah itu energi fosil atau energi terbarukan. 

Selain batubara yang digunakan dalam negeri utamanya untuk pembangkit listrik, batubara juga dikirim ke luar negeri.  Batubara Indonesia di pasar global menempati posisi nomor dua setelah Australia. Minyak bumi juga diekspor keluar negeri, meskipun jumlahnya kalah dari yang diimpor. Gas bumi juga sebagian dijual diluar negeri, setelah kebutuhan dalam negeri terpenuhi. 

Lalu, posisi energi terbarukan kita bagaimana? Urutan berapa kita? Masuk top 10? Hmmmmm...berat ini pertanyaannya. Ketimbang menyoal urutan, mari kita lihat sama-sama saja, bagaimana perkembangan energi terbarukan Indonesia terkini.

Data terkini yang dirilis pada laman Kementerian ESDM , pada tahun 2019, total listrik yang dihasilkan dari pembangkit mencapai 275 teraWatt-hour (TWh). Dengan komposisi bauran energi: 88% dibangkitkan dari energi fosil (batubara, gas, BBM) dan lainnya sekitar 12% yang berasal dari energi terbarukan. Ini sudah mencakup pembangkit listrik hydro, panas bumi, angin, bioenergi, sampah, dan surya. 

Jika dicermati, kapasitas Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terpasang hingga akhir tahun 2019 baru sebesar 97 MW. Loh kok hanya sedikit? Memang nya ada negara lain yang lebih besar bauran energi terbarukan-nya? 

Pesatnya perkembangan energi terbarukan di negara lain

Denmark berhasil mencapai 50% bauran energi terbarukannya. Australia telah mencapai 25% pada tahun 2019, dan optimis mencapai 50% pada tahun 2025. Kok bisa? Baik Denmark maupun Australia memaksimalkan potensi angin dan surya yang ada di negaranya. Vietnam berhasil melelang 135 proyek PLTS dengan kapasitas total 9 GW melalui program feed-in tariff nya. 

India telah membangun PTLS dengan kapasitas total 32 GW, dan mentargetkan 100 GW PLTS akan terpasang pada 2022. Singapura yang kekurangan lahan daratan, selain memasangi PLTS pada atap dan dinding bangunannya, mulai membangun PTLS apung dengan kapasitas 60 MW, diperkirakan beroperasi pada tahun 2021. 

Wah, mustinya kita bisa nih! Mari kita lihat, apa betul Indonesia bisa? 

Energi terbarukan nusantara

Bagaimana energi terbarukan lainnya? Data dalam Rencana Umum Energi Nasional, mencatat bahwa terdapat potensi angin sebesar 61 GW, potensi air (termasuk mini/mikro hidro) sebesar 94 GW, potensi energi arus laut sebesar 18 G, dan potensi panas bumi sekitar 30 GW. 

Untuk potensi energi surya, saya punya analisis sendiri. Karena saya meyakini Indonesia punya lebih besar, mengingat negara kita sangat beruntung dilintasi garis Kathulistiwa, setiap hari kita dapat menikmati sinar matahari. 

Tidak seperti negara-negara lain di Eropa atau Kanada, yang harus menyisihkan energinya untuk menghadapi musim dingin. Malahan Indonesia lebih butuh pendingin ruangan/AC. 

Dengan luas daratan 1,9 juta kilometer persegi, dan tingkat insolasi sinar matahari rata-rata sebesar 4,8 kWh/m2/hari, maka hasil hitungan saya, Indonesia memiliki potensi energi surya yang sangat besar, mencapai 360.000 GW. Kapasitas ini mampu  memproduksi listrik hingga 640.000 TWh per tahun. Fantastis kan? 

PLTS kan mahal?

Beberapa pendapat mengatakan, kan PLTS mahal, kami tidak mau tarif listrik naik nanti. Fakta menunjukkan bahwa biaya proyek PLTS itu makin kompetitif dengan proyek pembangkit fosil. 

Penurunan harga ini juga dicerminkan oleh beberapa kontrak proyek PLTS dengan harga rendah. Solar Energy Corporation India menandatangani kontrak pengembangan proyek PTLS 2.000 W dengan biaya US$ 41/MWh. Di Dubai, ACWA Power memenangkan proyek PLTS 900 MW dengan biaya US$ 17/MWh. 

Di Indonesia, Masdar menandatangani kontrak dengan PLN untuk membangun PLTS apung 145 MW di permukaan waduk Cirata dengan biaya US$ 58/MWh. Australian Renewable Energy National Agency mengungkapkan bahwa biaya proyek PTLS skala besar telah turun secara dramatis, dari US$ 84,9/MWh pada 2015 menjadi US$ 28-39/MWh pada tahun 2020.

Biaya pembangkitan listrik rata-rata PLN tahun 2018 (sebelum didistribusikan ke konsumen), mencapai sebesar US$ 79/MWh. Jadi jika dibandingkan dengan biaya proyek-proyek tersebut, ternyata biaya PLTS masih bersaing, biayanya masih lebih rendah.

Hal ini juga menjawab selentingan miring diluar sana, yang selalu menyalahkan Pemerintah. Kebijakan Pemerintah memang mendorong PLN membeli listrik energi terbarukan dengan harga lebih rendah dari biaya pembangkitan-nya. Faktanya, memang harga energi terbarukan makin murah. 


Bisa 100% listrik bersih?

Mengingat harganya yang semakin murah, saya berandai-andai, semua saja listrik kita dari PLTS. Sekiranya listrik tahun 2019 tadi dipasok oleh energi surya, berapa besar pembangkitnya? Untuk menghasilkan listrik 275 TWh, dengan asumsi capacity factor 16% dan efisiensi modul surya 20%, maka dibutuhkan PLTS dengan kapasitas 200 GW. 

PLTS ini membutuhkan tapak tanah seluas 600 kilometer persegi. Atau setara 0,03 % dari luas daratan Indonesia. Tidak terlalu luas. Kita punya lahan yang cukup, jika perlu sebagian PLTS itu ditempatkan mengapung di atas air atau laut sebagaimana rencana PLTS di Waduk Cirata, Jawa Barat. 

Bagaimana dengan intermittency PLTS ini? Kan kadang-kadang sinar matahari tertutup awan, atau hujan sepanjang hari, produksi listrik bisa terhenti. Untuk itulah kita manfaatkan teknologi yang ada. 

Jaringan listrik bisa dihubungkan dengan saluran transmisi, untuk saling mendukung kebutuhan antar daerah. Teknologi baterai juga sudah tersedia dan semakin murah. Kita juga diuntungkan dengan besarnya potensi untuk membangun pumped hydro energy storage (PHES). Australian National University menghitung bahwa Indonesia punya total potensi PHES sebesar 820.000 GWh. 

Secara prinsip, kita bisa go green! 

Bahwa betul perlu perbaikan-perbaikan kebijakan maupun regulasi, saya setuju. Perizinan sudah semakin mudah dengan hadirnya layanan OSS (online single submission).  

Misalnya Pemerintah yang menyediakan lahan untuk pembangunan pembangkit energi terbarukan, maka makin menarik bagi investor. Jika proyek energi terbarukan ini dieksekusi, banyak lahir lapangan kerja baru untuk masyarakat. 

Kembali pada lirik di awal tadi, jarak energi terbarukan sudah semakin dekat dengan kita. Potensi melimpah, harganya semakin murah. 

Ayolah kita dorong sama-sama pengembangan energi terbarukan ini. Entah itu kita sebagai pengusaha, masyarakat, maupun Pemerintah. Kita sama-sama wujudkan janji Indonesia dalam Paris Agreement untuk turut mengurangi emisi karbon.

Mari kita nikmati 100% listrik bersih sambil menatap langit biru tanpa polusi, tanpa perlu kuatir akan naiknya tarif listrik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun