Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, di bawah kepemimpinan gubernur yang terpilih dalam Pilkada 2024, harus mengambil langkah tegas untuk memastikan bahwa budaya Betawi tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang.
Salah satu langkah yang paling mendesak adalah alokasi "dana abadi kebudayaan" yang dikhususkan untuk program-program pemajuan budaya Betawi, sebagaimana tertuang dalam UU No. 2 Tahun 2024.
Dana ini akan digunakan untuk mendukung pelestarian budaya, pendidikan, serta program-program kreatif yang menggabungkan kearifan lokal Betawi dengan ekonomi kreatif.
Mengapa Gubernur 2024 Harus Berkomitmen Pada Betawi? Masyarakat Betawi kini menghadapi pilihan krusial di Pilkada 2024.
Siapa pun yang terpilih sebagai Gubernur Jakarta harus menyadari bahwa pasal 31 UU DKJ merupakan mandat yang harus dipenuhi.
Mengabaikan budaya Betawi sama saja dengan meremehkan sejarah panjang kota ini.
Lebih dari sekadar pelestarian budaya, penguatan identitas Betawi juga merupakan bagian dari strategi untuk menjadikan Jakarta sebagai kota yang berakar pada tradisi, namun tidak tertinggal dari perkembangan dunia. Komitmen gubernur terpilih nantinya harus mencakup pelembagaan "Lembaga Adat Masyarakat Betawi", memastikan keberlanjutan "dana abadi kebudayaan", dan menyusun regulasi pelestarian budaya dalam bentuk "Perda" maupun "Pergub" yang progresif.
Dengan menjadikan ketahanan budaya sebagai prioritas, Jakarta dapat menjadi model bagi kota-kota global lainnya yang juga tengah menghadapi tantangan serupa---yaitu, menjaga keaslian budaya lokal di tengah transformasi menjadi pusat ekonomi global.
Betawi, sebagai bagian integral dari Jakarta, harus memastikan bahwa budaya mereka tidak hanya menjadi hiasan sejarah, tetapi tetap hidup, berkembang, dan menginspirasi generasi mendatang.
Masa depan Jakarta bukan hanya soal gedung pencakar langit atau jalur ekonomi global, tapi juga tentang bagaimana warisan budaya Betawi tetap menjadi nafas kota ini. Wallahu a'lam.