"Perjuangan Tak Berkesudahan: Harapan Kaum Betawi di Tengah Tantangan Politik"
Judul di atas menurut aye, keliatan lebih pantas untuk di jadikan reflesi dan renungan atas di ketiknya artikel ini, yok kite mulai dengan mengingat dan menanggapi pesan imam besar FBR kita, Kyai Lutfi di artikel online yang tayang pada hari ini juga di tautan sebagai berikut : https://www.suarakaumbetawi.com/2024/09/imam-besar-fbr-apresiasi-fraksi-pdip.html
Aye rangkum dan sadur ulang sebagai berikut: Masa jabatan Heru Budi Hartono sebagai Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta akan segera berakhir pada 17 Oktober 2024. Di tengah momentum penting ini, pembahasan mengenai siapa yang akan menggantikan beliau semakin memanas.
Pada rapat pembahasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta, yang digelar pada Jum'at, 13 September, tiga nama diusulkan untuk dipertimbangkan oleh Presiden melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Mereka adalah Teguh Setyabudi, Akmal Malik, dan Tomsi Tohir.
Namun, di balik deretan nama tersebut, ada satu tokoh Betawi yang menjadi perbincangan hangat, bukan karena usulannya diterima, tetapi karena kehadirannya membawa harapan dan perjuangan panjang bagi kaum Betawi: KH Marullah Matali.
Di tengah suasana yang semakin kompleks, muncul suara dari salah satu pemimpin penting dalam komunitas Betawi, Imam Besar Forum Betawi Rempug (FBR), KH Lutfi Hakim. Beliau mengapresiasi dan memberikan penghargaan khusus kepada Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), yang berdiri teguh dalam mengusulkan salah satu putra terbaik Betawi, KH Marullah Matali, untuk menjadi calon Pj Gubernur DKI Jakarta, yang sebelumnya sudah pernah menjabat sebagai SEKDA Propinsi, "Saya sangat respek dan mengapresiasi upaya yang telah dilakukan oleh Fraksi PDIP," ujar Kyai Lutfi dengan penuh rasa hormat. Bagi Kyai Lutfi, langkah PDIP bukan hanya sebuah keputusan politik, melainkan perwujudan nyata dari keberpihakan terhadap masyarakat Betawi, sebuah komunitas yang telah berakar dalam sejarah Jakarta namun kerap kali tersisih dari panggung politik.
Harapan di Tengah Keterbatasan
Bagi Kyai Lutfi, terlepas dari apakah KH Marullah Matali terpilih atau tidak, pengusulan nama ini mengirimkan pesan penting kepada masyarakat Betawi: bahwa ada pihak yang bersedia berdiri di samping mereka, memperjuangkan kepentingan dan aspirasi mereka. Dalam politik yang sering kali sarat dengan kepentingan pragmatis, langkah PDIP mengusulkan Marullah adalah secercah harapan bagi komunitas Betawi yang sering kali merasa terpinggirkan di kotanya sendiri.
Namun, Kyai Lutfi tidak menutupi rasa kecewanya. "Jakarta, meskipun bukan lagi ibu kota negara, tetap menjadi jantung kehidupan politik dan ekonomi Indonesia".
Namun, masih banyak pihak yang seakan-akan fobia memberikan ruang bagi putra Betawi untuk memimpin daerah mereka sendiri," katanya dengan nada prihatin. Baginya, kenyataan ini adalah cermin dari tantangan besar yang dihadapi Betawi dalam berjuang untuk mendapatkan pengakuan dan kesempatan yang layak.
Betawi bukan hanya warisan budaya, tetapi juga simbol dari bagaimana perjuangan identitas lokal bisa beriringan dengan pembangunan nasional.
Dalam konteks politik Jakarta, keberadaan tokoh Betawi di kursi kepemimpinan lebih dari sekadar representasi politik. Itu adalah bentuk pengakuan terhadap komunitas yang telah menjadi bagian dari denyut nadi kota ini selama berabad-abad. Namun, seperti yang diungkapkan Kyai Lutfi, jalan menuju pengakuan itu masih panjang dan penuh rintangan.
Keberpihakan PDIP dan Makna Lebih Dalam
Langkah Fraksi PDIP dalam mengusulkan Marullah Matali menunjukkan komitmen partai ini untuk memperjuangkan kelompok-kelompok masyarakat yang sering kali terpinggirkan dalam politik lokal.
PDIP, yang selalu mengusung semangat nasionalisme dan keadilan sosial, seolah memberikan ruang bagi masyarakat Betawi untuk kembali merasa memiliki Jakarta.
Dalam setiap langkah perjuangan politik, ada nilai yang lebih besar yang harus diperjuangkan---yakni kesetaraan, pengakuan, dan pemberian kesempatan yang adil bagi semua elemen masyarakat.
Namun, perjuangan ini bukan hanya milik PDIP atau Marullah Matali saja.
Ini adalah perjuangan bersama seluruh masyarakat Betawi, yang sudah terlalu lama berada di bayang-bayang kota yang mereka bangun bersama. Perjuangan ini juga mengajarkan bahwa pengakuan tidak akan datang begitu saja.
Dibutuhkan usaha yang konsisten, komunikasi yang efektif, dan solidaritas yang kuat di antara para tokoh Betawi.
"Saya akan terus berkoordinasi dengan para tokoh Betawi terkait situasi ini, serta mempersiapkan langkah-langkah ke depan," pungkas Kyai Lutfi dengan penuh tekad. Kata-kata ini adalah cermin dari semangat perjuangan yang tidak pernah padam, meski sering kali dihadapkan pada ketidakadilan. Bagi Kyai Lutfi, ini bukan soal satu nama atau satu jabatan; ini tentang bagaimana masyarakat Betawi bisa kembali mendapatkan hak dan ruang mereka di tanah kelahiran mereka.
Perjuangan yang Tidak Pernah Usai
Dalam setiap perjuangan, selalu ada masa-masa sulit yang harus dihadapi.
Namun, seperti yang ditunjukkan oleh Kyai Lutfi dan Fraksi PDIP, semangat untuk memperjuangkan hak-hak kaum Betawi tidak pernah padam.
Ini adalah bagian dari narasi yang lebih besar tentang bagaimana identitas lokal, kebanggaan budaya, dan nilai-nilai keadilan sosial bisa terus diperjuangkan di tengah perubahan politik yang sering kali tidak berpihak kepada mereka yang berada di pinggiran.
Perjuangan ini mungkin belum berakhir, dan mungkin masih panjang.
Namun, langkah-langkah kecil seperti yang dilakukan oleh Fraksi PDIP dalam mengusulkan Marullah Matali memberikan harapan bagi masyarakat Betawi bahwa perjuangan mereka tidak sia-sia.
Mereka tetap memiliki tempat dalam perpolitikan Jakarta, dan harapan itu terus hidup melalui tokoh-tokoh yang setia memperjuangkan mereka.
Kyai Lutfi dan tokoh-tokoh Betawi lainnya telah menunjukkan bahwa meski tantangan besar menghadang, mereka tidak akan mundur. Mereka akan terus berjuang, bukan hanya untuk satu jabatan, tetapi untuk hak-hak yang lebih besar: untuk pengakuan, untuk kesempatan, dan untuk keadilan yang selama ini mereka rindukan.
Pada akhirnya, ini bukan hanya soal Betawi, bukan hanya soal Marullah Matali, dan bukan hanya soal PDIP.
Ini adalah tentang bagaimana kita semua, sebagai bangsa, dapat berdiri bersama dalam keberagaman dan memperjuangkan hak-hak setiap anak negeri, di manapun mereka berada.
Perjuangan ini adalah cermin dari betapa pentingnya menjaga semangat kebangsaan yang inklusif, yang merangkul setiap elemen masyarakat---karena pada akhirnya, kekuatan bangsa ini terletak pada persatuan kita dalam menghargai perbedaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H