Sejarah juga mengajarkan bahwa perubahan besar sering kali dimulai dari krisis. Jakarta telah melalui berbagai masa sulit---dari zaman kolonial hingga masa reformasi---dan setiap kali, kota ini selalu bangkit dengan lebih kuat. Seperti pepatah lama, "Setelah hujan, pasti ada pelangi." Kini, di era digital ini, kita juga harus belajar bahwa solusi untuk masalah kita tidak hanya terletak pada teknologi, tetapi juga pada bagaimana kita menjaga adab dan adat dalam memanfaatkan teknologi tersebut.
Penutup: Kerja Cerdas, Kerja Ikhlas
Apa yang kita hadapi hari ini adalah tantangan global, namun solusinya harus dimulai dari lokal. Jakarta, sebagai simbol Indonesia, harus dipimpin oleh mereka yang memahami jiwanya. Kaum Betawi tidak boleh lagi dikesampingkan dalam kancah politik, karena tanpa mereka, Jakarta akan kehilangan jati dirinya.
Dalam perjalanan menuju masa depan, kita perlu kerja cerdas---menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi secara bijak---serta kerja ikhlas---menjaga moral dan etika dalam setiap langkah kita. Teknologi seperti blockchain adalah bagian dari masa depan, namun adab dan adat adalah kunci untuk mengarahkan teknologi tersebut ke jalan yang benar. Kita mungkin tidak tahu segalanya, tetapi dengan kerendahan hati dan penghormatan pada nilai-nilai yang telah diwariskan oleh leluhur kita, kita bisa menatap masa depan dengan optimisme.
Sebagaimana pepatah Betawi yang mengatakan, "Berkaca di air keruh, susah nampak wajah sendiri." Mari kita membersihkan cermin kehidupan kita dari kekeruhan politik uang, KKN, dan eksploitasi teknologi, agar wajah kita---sebagai bangsa yang beradab---dapat terlihat jelas di masa depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H