Mohon tunggu...
David Darmawan
David Darmawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Direktur utama PT Betawi Global Korporatindo, pendiri SOCENTIX dan mantan dirut PT Redland Asia Capital Tbk. (IDX: PLAS) Ketua Umum ORMAS Betawi Bangkit.

ٱلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ ʾas-salāmu ʿalaykum Sebagai seorang anak Betawi tulen, saya yakin akan adanya persatuan dan kesatuan di Betawi melalui pemerintahan saat ini. "PER IMPERIUM VENIT PAX" — Melalui pemerintahan datanglah kedamaian. Berdasarkan UU NO 2 2024 DKJ (Daerah Khusus Jakarta), saya merasa bangga dengan warisan budaya saya. Dikenal di komunitas sebagai jawara yang berani, saya memiliki banyak kenalan di berbagai tempat berkat kehangatan dan keramahan khas Betawi. Saya memiliki hobi unik yaitu mengenakan baju pangsi, pakaian tradisional Betawi yang menunjukkan kecintaan saya terhadap tradisi. Lebih dari sekadar menjaga warisan, saya bersemangat membagikan pengetahuan dan wawasan untuk kemajuan peradaban Betawi, khususnya di bidang teknologi, lingkungan hidup, dan rekonstruksi keuangan berbasis aset (Asset Based Financial Engineering). Melalui blog saya di Kompasiana, saya berbagi cerita, pemikiran, dan inisiatif yang mendukung pelestarian dan inovasi dalam kebudayaan Betawi, bertujuan menginspirasi generasi saat ini dan mendatang (In het verleden ligt het heden, in het nu wat worden zal De bovenstaande woorden (van Willem Bilderdijk) Bhs., Belanda yang artinya : hari ini adalah produk masa lalu dan bahan baku untuk hari esok!. Izinkan saya menutup dengan sedikit pantun! di atas daratan ade gunung, di atas gunung ade langit! buat kite semua anak betawi klo mao maju jangan pade bingung! karne SK kite ude turun dari langit! Klo ada salah itu milik aye! kesempurnaan hanya milik ALLAH! ٱهْدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلْمُسْتَقِيمَ Wassalammulaikum WBR.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kaesang, INDODAX dan PILKADA Jakarta 2024: di mana BETAWI dalam Pusaran Uang dan Kuasa?

13 September 2024   23:29 Diperbarui: 13 September 2024   23:29 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di mana adab ketika gratifikasi menjadi bahasa sehari-hari di balik layar politik? Di mana adat ketika "putra daerah" hanya menjadi label kosong yang dijual demi kekuasaan? Betawi, yang dulu bangkit dengan semangat persatuan dan keadilan, kini berada di titik nadir, terseret dalam pusaran kepentingan pribadi.

Maka dari itu, bukan hanya soal siapa yang akan memenangkan Pilkada Jakarta 2024, tapi soal nilai-nilai apa yang akan tetap hidup setelahnya. 

Apakah Jakarta akan tetap menjadi kota dengan adat yang terjaga, atau akan menjadi mesin politik yang tak peduli dengan adab? Semua kembali pada kita, pada warga Jakarta yang memiliki suara, pada mereka yang masih peduli dengan nilai-nilai luhur yang kini terancam tenggelam di bawah lautan uang.

Betawi bangkit? Mungkin. Tapi hanya jika kita berani mengatakan: "Di mana adab, di mana adat?" dan mulai menuntut lebih dari sekadar janji politik.

"Adab dan Teknologi: Membuka Jalan untuk Jakarta dan Nusantara yang Cerdas dan Bermartabat"

Jakarta bukan sekadar ibu kota. Ia adalah simbol sejarah, kekuatan, dan kebudayaan bangsa. Tanpa Jakarta, tidak ada Indonesia, dan tanpa kaum Betawi, Jakarta tidak akan pernah menjadi kota yang kita kenal hari ini. Namun, dalam hiruk-pikuk politik modern, sering kali kita melihat bagaimana putra daerah diabaikan, seolah kampung halaman mereka tidak membutuhkan pemimpin yang memahami akar dan tradisi yang membentuknya.

Munculnya isu-isu seperti peretasan Indodax dan karut-marutnya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) memperlihatkan bahwa banyak dari tantangan yang dihadapi negeri ini berujung pada satu hal: uang. Uang sering kali mengaburkan moral, etika, dan kepemimpinan. Namun, di tengah kegelapan ini, ada hikmah yang harus kita gali.

Kita, sebagai manusia, sering kali merasa bahwa kita mengetahui segalanya. Tetapi semakin kita belajar, semakin kita sadar bahwa pengetahuan kita hanyalah setetes air di lautan yang luas. Maka, alih-alih mengklaim diri sebagai penguasa ilmu, kita perlu kembali kepada adab dan adat---nilai-nilai yang sudah diwariskan oleh nenek moyang kita, yang memberi kita pegangan untuk menyikapi perubahan zaman dengan bijak.

Teknologi seperti blockchain, cryptocurrency, dan token digital adalah alat masa depan. Seperti halnya buku dan alat tulis pada masa lalu, mereka akan menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan kita. 

Namun, bagaimana kita memanfaatkannya? Di sinilah adab dan adat menjadi penting. Tanpa landasan moral yang kuat, teknologi hanya akan menjadi alat bagi mereka yang ingin memperkaya diri dengan mengorbankan banyak orang.

Solusinya adalah kerja keras, kerja cerdas, dan kerja ikhlas. 

Sebagai warga Jakarta dan bangsa Indonesia, kita harus terus belajar dari kegagalan, dari kesalahan, dan menjadikan hari esok sebagai jawaban atas kerja keras hari ini. Kita bukanlah makhluk yang sempurna. Kita bodoh jika berpikir bahwa kita menguasai segala ilmu. Justru, kesadaran bahwa kita tidak tahu apa-apa adalah kunci untuk terus maju.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun