Di sadur dari blog pribadi bang David Darmawan di kerjabarengdi.blogspot.com
Jakarta, 02 mai 2024 -- 23 Syawal 1445 Hijriah
Sebagai jantung ekonomi dan budaya Indonesia, Jakarta berada di persimpangan jalan yang kritis. Kota ini menghadapi perubahan signifikan, tidak hanya dari aspek fisik dan ekonomi, tetapi juga dalam hal kepemimpinan politik. Dalam konteks politik yang dinamis ini, penting untuk mempertimbangkan implikasi dari pemilihan gubernur yang bukan anak Betawi tulen. Kepemimpinan yang kurang memahami atau menghargai kearifan lokal Betawi dapat mengakibatkan serangkaian risiko dan ancaman yang bisa mengganggu keseimbangan sosial dan kultural kota ini.
Alienasi Komunitas Asli
Gubernur yang tidak mengakar dalam tradisi dan kebudayaan Betawi mungkin tidak memprioritaskan pelestarian keunikan kultural yang telah lama menjadi fondasi kota. Ini bisa menciptakan alienasi dan ketidakpuasan di kalangan komunitas Betawi, yang merasa identitas dan warisan mereka diabaikan oleh pemerintah kota. Alienasi ini, jika dibiarkan, berpotensi mengarah pada ketegangan komunal dan pengurangan partisipasi civik di antara anggota komunitas tersebut.
Kontroversi Kebijakan dan Pemborosan Sumber Daya
Tanpa pemahaman yang mendalam tentang kearifan lokal, kebijakan yang diterapkan bisa menjadi tidak efektif, tidak populer, dan pada akhirnya membuang sumber daya. Contohnya, pengabaian terhadap Perda Lembaga Adat Masyarakat Betawi dan Perda Pemajuan Kebudayaan Betawi bisa mengurangi efektivitas program-program pemerintah dalam melayani dan memajukan komunitas lokal, sambil meningkatkan biaya untuk proyek yang tidak sesuai dengan kebutuhan warga asli.
Ancaman Terhadap Warisan Budaya dan Integrasi Sosial
UU Nomor 2 Tahun 2024 tentang Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ), khususnya Pasal 31, mengamanatkan pemeliharaan dan pengembangan budaya Betawi sebagai tanggung jawab pemerintah dan masyarakat. Gubernur non-Betawi mungkin tidak memberikan perhatian yang cukup pada pengimplementasian pasal ini, yang bisa mengancam pelestarian situs-situs bersejarah Betawi dan tradisi lisan yang telah lama menjadi elemen penting dari identitas Jakarta.
Skenario Masa Depan: Integrasi vs. Isolasi
Bayangkan skenario di mana gubernur yang baru tidak memahami pentingnya festival Betawi seperti Lebaran Betawi, yang merupakan acara penting untuk memperkuat ikatan sosial dan memperkenalkan tradisi Betawi kepada generasi muda. Kurangnya dukungan atau pembiayaan untuk acara seperti ini tidak hanya akan menurunkan visibilitas dan apresiasi terhadap kebudayaan Betawi, tetapi juga bisa mengurangi peluang ekonomi yang berasal dari pariwisata budaya.