Mohon tunggu...
Hugo Maran
Hugo Maran Mohon Tunggu... Penulis - Orang Sederhana

Tersenyumlah kau pantas bahagia dengan bahasa tubuhmu.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Tujuh Puisi Berlalu

27 April 2020   15:04 Diperbarui: 27 April 2020   14:57 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari senja dan genit, aku memahami
Hidup harus mendekatkan diri kepada Tuhan Tanpa sadar, menjadi anak Tuhan adalah keseimbangan dalam hidup, untuk tetap semangat melewati badai kehidupan
Si rokok sialan dan lockdown perasaan adalah ungkapan atas kebencian kepada bumi hari ini

Namun,  tangisan petronella dalam duka bersama selalu menjadi penyejuk dalam hangatnya kopi dan aroma tubuh mu yang kian pekat dalam gelombang perasaan
Perihal tujuh puisi berlalu, tanpa adanya keindahan dan kemunafikan
Mereka mengalir bersama apa adanya aku
Bait sederhana tanpa tahu  harus menjadi apa setelah terbaca

Segalanya masih menggantung dalam degup perasaan
Bukan tentang dibaca atau pun tidak
Tetapi tertawa mu tak semanis kopi ku dan tidak cukup wangi seperti bau kentut penguasa hari ini
Pesan tujuh puisi berlalu kepada aku si tuan dari kata-kata hanyalah;


"Jangan pernah menyesali setiap getar rasa yang tumbuh, jangan sampai dia adalah siluman penguasa yang kelak jadi lakon dalam hidupmu"



Bumi, 27 april 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun