Ketika membaca berita di berbagai media massa tanggal 17 Februari 2013 tentang eksekusi paksa tokoh Anand Krishna yang dikagumi banyak orang berkenan 150 buku karya dan kegiatan kemanusiaannya yang sangat inspiratif, maka hari itu saya terkesiap dan kaget juga membaca sebuah komentar sahabat saya di media sosial Facebook yang ditulisnya di wall FB saya.
Seperti kita ketahui, eksekusi paksa terhadap Anand Krishna dilakukan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan di kediaman Anand Krishna di Ubud pada tanggal 16 Februari 2013. Padahal menurut pendapat para ahli, eksekusi paksa itu sendiri telah mengabaikan KUHAP pasal 197 ayat 1. Sungguh tidak ada kepastian hukum lagi di republik ini. Semuanya permainan!
“Apa sih daya rusak Anand Krishna sehingga diperlakukan amat tidak manusiawi?”
Saya kaget dan harus berpikir keras merenungkan pertanyaan itu. Kalimat, “Apa sih daya rusak Anand Krishna…” itu terus terngiang-ngiang di pikiranku. Sepengetahuanku, saya sebagai voluntir di banyak kegiatan yang digagas Anand Krishna, semua bersifat terbuka. Mulai dari open house, program Neo Self Empowerment-nya, hingga kegiatan bhakti sosialnya yang rutin semuanya bersifat terbuka. Siapa pun bisa mengikuti berbagai kegiatannya yang rutin dan terbuka.
“Apa sih daya rusak Anand Krishna?” Hmmmm…. Sulitkah menjawab pertanyaan ini? Sebaiknya saya menujukan pertanyaan ini ke diri saya sendiri saja. Sebab saya sering mengikuti kegiatan yang digagas dan diinspirasi olehnya. Lalu sebuah pertanyaan baru saya ciptakan yang terinspirasi dari pertanyaan sahabat saya itu. “Kerusakan apa pula yang sudah saya lakukan terhadap masyarakat dan negara ini?” Rasanya pertanyaan ini tepat saya ajukan terhadap diri saya.
Kerusakan? Kerusakan apa? Kapan saya melakukannya?
Bayar pajak? Sudah. Apakah saya pernah menebarkan kebencian terhadap sesama anak bangsa? Jawabnya, tidak. Malah setiap kegiatan yang digagas Anand Krishna adalah untuk menghormati kemanusiaan yang ada di dalam diri setiap anak bangsa. Kegiatan yang saya ikuti malah menganjurkan, mengajak agar semua warga anak bangsa menghayati dan menghormati Pancasila. Rasanya tidak ada pandangan diskriminatif yang terselubung dan terang-terangan yang saya miliki.
Apakah saya dalam berkendara sering melanggar peraturan lalu lintas? Tidak. Saya pun jika mengendarai sepeda motor pakai helm kok dan bayar parkir. Adakah saya ini seorang kader partai atau pemimpin partai yang memiliki uang di rekening bank hasil korupsi? Atau salah transfer? Tidak. Apakah saya seorang warga negara yang pelit dalam hal berbagi waktu dan rezeki? Tidak juga. Malah setiap bulan kita rutin melakukan bhakti sosial untuk warga masyarakat. Apakah saya sering berbicara di luar negeri bahwa negara ini baik-baik saja, padahal kebebasan beragamanya kacau? Kemudian saya mendapatkan dana sebagai tokoh Pancasilais? Tidak.
Jangan-jangan saya tidak sadar, bahwa saya pernah ikut ‘merusak’ atau terlibat dalam perusakan bangsa ini. Adakah janji kampanye politik yang tidak saya penuhi? Adakah saya ikut bagi-bagi proyek pemerintah secara ilegal? Apakah saya melakukan implant memory terhadap klien saya karena pesanan dan uang? Lalu melakukan hipnotis lebih dari 40 kali? Apakah pekerjaan saya “mengkasuskan’ orang tak bersalah demi uang? Apakah saya mencari nafkah dengan menjadi saksi palsu demi seikat uang? Apakah saya seorang aktifis yang menjual nurani demi jajan putra-putri saya? Apakah saya suka memperkarakan seseorang karena kebencian pribadi? Kesemua pertanyaan ini pun jawab saya: Tidak!
Hmmm… pertanyaanmu sobat membuatku harus berpikir keras. Lima jari tanganku harus kutudingkan ke wajahku sendiri. “Hai David… kerusakan apa yang telah kauperbuat!” teriakku kencang.
Sungguh saya capek mencari jawaban atas pertanyaanmu itu sobat. Tiada hari tanpa meneliti setiap tindakanku, jangan-jangan diam-diam aku telah ikut merusak bangsa ini. Nyatanya saya masih mencintai dasar negara Indonesia, Pancasila dan UUD 45. Anjuran sang Guru Agung Yesus Kristus untuk menghormati setiap manusia pun hingga hari ini masih saya pegang dan hormati, tanpa memandang asal-usul saudara anak bangsa.
Saya harus puas dengan jawaban diri sendiri ini atas pertanyaan sahabat saya itu. Dan kembali ke pertanyaan awal, “Apa sih daya rusak Anand Krishna?” Ohhhhh.... padahal untuk mengetahui apa yang ada di pikiran dan apa kegiatan Anand Krishna sangat-sangat mudah diakses oleh setiap orang, siapa pun bisa. Tidak perlu orang sekaliber intel FBI untuk melacaknya agar ditahui persis. Cukup datang dan rasakan saja kegiatannya. Itu saja. Mudah khan? Semudah membalikkan telapak tangan.
Sahabatku, sebaiknya pertanyaanmu itu kita persembahkan saja kepada mereka yang mungkin terganggu dengan segala karya dan kegiatan Anand Krishna. Karena saya tidak mau menyimpulkan sesuatu yang sudah jelas menjadi sesuatu yang kabur. Aneh bukan?
Bagaimana jika kita alihkan saja subjek pertanyaanmu itu, sobat?
Pihak-pihak mana saja yang terganggu dengan kegiatan kemanusiaan, pluralisme dan cintanya itu? Sepertinya pertanyaan ini buat mereka saja. Mungkin merekalah yang mengatakan Anand Krishna memiliki daya rusak, bertentangan dengan niat dan rencana terselubung mereka. Bisa saja mereka takut bila rencana terselubung mereka terancam. Mungkin…
Nah, sekarang saya baru bisa lega sobat. Ada sedikit pencerahan di sini…. Sekarang hatiku lega. Kepada mereka sajalah dirimu bertanya, yah…
= =
Penulis : David Ezsar Purba - Penulis novel Jayantaka Sang Ksatria Pamalayu dan Kemaharajaan Sriwijaya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H