Air di Timur Tengah dan Afrika: Studi tentang Upaya Mencari Solusi Berbasis Kerangka Kerjasama Regional
KonflikMenganalisis Tantangan dan Solusi Krisis Air di Timur Tengah dan Afrika: Wawasan dari Bu Hizra
Krisis air di Timur Tengah dan Afrika merupakan salah satu masalah paling mendesak di zaman kita, yang disebabkan oleh kombinasi perubahan iklim, pertumbuhan penduduk, dan pengelolaan air yang buruk. Dalam wawancara baru-baru ini dengan Bu Hizra, seorang pakar hubungan internasional, wawasan utama dibagikan mengenai akar penyebab, dampak, dan potensi reformasi untuk mengatasi tantangan ini secara efektif. Berikut adalah ringkasan dan analisis diskusi tersebut.
1. Peran Perubahan Iklim dan Pengelolaan Air yang Buruk
Menurut Bu Hizra, negara-negara hulu sering kali mendominasi sumber daya air karena keunggulan geografis dan politik, sehingga negara-negara hilir kesulitan untuk mengakses pasokan air yang memadai. Kesenjangan ini memperburuk krisis air, terutama di wilayah yang sudah terbebani oleh perubahan iklim dan meningkatnya permintaan. Bu Hizra menyoroti kecenderungan egosentris negara-negara hulu, yang sering kali menyebabkan distribusi yang tidak merata dan memaksa negara-negara hilir menanggung utang yang signifikan untuk mengamankan akses air.
Untuk mengatasi tantangan ini, komunikasi proaktif antarnegara Timur Tengah sangat penting. Selain itu, aktor internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa harus memainkan peran yang lebih kuat dalam menegakkan perjanjian pembagian air yang adil. Kerangka hukum yang jelas dan adil sangat penting untuk memastikan bahwa tidak ada negara yang secara tidak proporsional mengendalikan atau menimbun sumber daya air.
2. Dampak Kekeringan, Banjir, dan Konflik yang Berulang di Afrika Timur
Di Afrika Timur, siklus kekeringan, banjir, dan konflik yang berulang telah memperparah kelangkaan air. Bu Hizra menunjukkan bahwa ketergantungan pada proses desalinasi yang mahal di Afrika Utara menggarisbawahi perjuangan kawasan tersebut untuk mendapatkan air bersih. Konsekuensi kesehatan, seperti meningkatnya angka penyakit seperti kolera dan diare, semakin membebani sumber daya perawatan kesehatan yang terbatas dan merusak produktivitas pertanian.
Degradasi lahan pertanian, yang didorong oleh pembangunan bendungan yang tidak memenuhi standar dan pengelolaan air yang buruk, telah menimbulkan konsekuensi ekonomi dan sosial yang mendalam. Petani menghadapi penurunan hasil panen, sementara masyarakat bergulat dengan kondisi kesehatan yang memburuk. Tantangan-tantangan yang saling terkait ini menyorot kebutuhan mendesak akan solusi holistis yang mengatasi masalah jangka pendek dan jangka panjang.
3. Memastikan Distribusi Air yang Adil di Daerah Konflik
Bu Hizra menekankan pentingnya solusi yang berdasarkan lokasi geografis untuk memastikan distribusi air yang adil. Ia mengutip kolaborasi Arab Saudi dengan para ahli Jepang sebagai contoh bagaimana negara-negara dapat memanfaatkan kemitraan internasional untuk pengelolaan air yang berkelanjutan. Distribusi proporsional, berdasarkan realitas geografis, dapat dicapai melalui Nota Kesepahaman (MOU) dan Nota Kesepakatan (MOA), yang didukung oleh organisasi-organisasi seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa, WHO, dan UNICEF.
Penegakan kebijakan distribusi yang adil secara ketat sangatlah penting. Langkah-langkah tersebut dapat membantu mengatasi ketidakseimbangan kekuasaan antara negara-negara hulu dan hilir, yang mendorong kerja sama daripada konflik.
4. Mengurangi Ketergantungan pada Proyek Infrastruktur Besar
Untuk mengurangi ketergantungan pada proyek-proyek infrastruktur besar, Bu Hizra menganjurkan pemberdayaan koperasi. Dengan menyatukan sumber daya dan mendorong kemandirian finansial, negara-negara dapat mengurangi beban utang yang sering dikaitkan dengan inisiatif pengelolaan air berskala besar. Negara-negara Afrika Utara, misalnya, telah menunjukkan upaya yang menjanjikan dalam menegosiasikan perjanjian pembagian air yang proporsional.
Koperasi juga dapat meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya keuangan, memastikan bahwa dana diarahkan untuk solusi berkelanjutan dan berbasis masyarakat. Pendekatan ini mendorong kemandirian dan mengurangi ketergantungan pada pinjaman eksternal atau bantuan dari negara-negara kaya.
Kesimpulan
Wawancara dengan Bu Hizra menyoroti kompleksitas krisis air di Timur Tengah dan Afrika. Dari kontrol sumber daya air yang tidak merata hingga dampak perubahan iklim dan konflik yang menghancurkan, tantangannya sangat besar. Namun, solusi yang diusulkan—termasuk komunikasi proaktif, kolaborasi internasional, kebijakan distribusi yang adil, dan pemberdayaan koperasi—menawarkan jalur menuju pengelolaan air yang berkelanjutan.
Diskusi ini berfungsi sebagai sumber daya yang berharga bagi para pembuat kebijakan, akademisi, dan praktisi yang berusaha mengatasi kelangkaan air di wilayah yang rawan konflik.
Artikel ini ditulis berdasarkan wawancara oleh tim mahasiswa Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) dengan dosen sekaligus pakar Hubungan Internasional dari Universitas Paramadina yakni Ibu Hizra Marisa S.IP., M.SI.
Tim 4 (Dinamika Kawasan Timur Tengah dan Afrika)-Mahasiswa Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama):
- Darryl Aqshal Granadi (2022-22-001)
- Dave Joel Charvine (2022-22-005)
- Dzaky Rakha (2022-22-006)
- Fikri Firmansyah (2022-22-012)
- Muhammad Aziz (2022-22-050)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H