Saya juga melihat bagaimana para santri menunjukkan kepemimpinan (leadership) dalam tindakan sehari-hari. Mereka saling membantu, baik dalam menyelesaikan tugas maupun dalam belajar. Saya menyaksikan salah satu santri membantu temannya yang kesulitan memahami pelajaran. "Pelan-pelan saja, ini sebenarnya gampang kalau kamu ngerti konsepnya," katanya. Sikap ini membuat saya sadar bahwa seorang pemimpin tidak harus selalu berada di depan. Kadang, kepemimpinan muncul dalam bentuk membantu orang lain dengan tulus.
Pengalaman ini membuat saya percaya bahwa toleransi tidak bisa diajarkan hanya melalui teori. Toleransi membutuhkan perjumpaan, interaksi, dan kerja sama. Selama tiga hari di pesantren, saya merasakan bagaimana perbedaan tidak menjadi penghalang, tetapi justru menjadi alasan untuk saling belajar.
Menurut Ki Hajar Dewantara, "Setiap tempat adalah sekolah, setiap orang adalah guru." Selama di pesantren, saya belajar bahwa keberagaman adalah kekuatan, bukan kelemahan. Jika kita mau membuka diri dan saling menghormati, perbedaan bisa menjadi jembatan yang menghubungkan kita.
Ekskursi ini bukan hanya tentang mengenal kehidupan pesantren, tetapi juga tentang mengenal diri saya sendiri. Saya belajar bahwa toleransi adalah sikap yang harus dipraktikkan, bukan hanya diucapkan. Ini membutuhkan kesadaran (conscience), kepedulian (compassion), dan komitmen (commitment) untuk menjalani hidup bersama dengan orang lain.
Pengalaman ini juga mengajarkan saya bahwa keberagaman adalah kekayaan yang harus dijaga. Seperti pelangi yang terdiri dari berbagai warna, keberagaman membuat kehidupan lebih indah. Namun, harmoni hanya bisa tercipta jika kita mau membuka hati dan pikiran untuk saling memahami.
 Dikutip dari karya puisi oleh Jalaluddin Rumi, penulis puisi The Lamps Are Different yang berbunyi,
The lamps are different,
but the Light is the same.
One matter, one energy, one Light
sees from different windows.
What we see is one,
though the lamps are many.
The Light in the eye is one,
but it takes different forms.
Do not get lost in the multiplicity of forms;
Truth shines beyond all.
Puisi ini menggambarkan bagaimana agama dan keyakinan mungkin berbeda, seperti pelita dengan bentuk yang bermacam-macam, tetapi semua menyinari kebenaran yang sama. Pesan ini mengajak kita untuk melampaui perbedaan dan menemukan adanya keindahan dari toleransi dan kebenaran yang universal.
Jika lebih banyak anak muda mendapatkan pengalaman seperti ini, saya yakin masa depan Indonesia akan lebih cerah. Dengan nilai-nilai compassion, conscience, commitment, competence, dan leadership, kita semua dapat berkontribusi pada persatuan dan keharmonisan bangsa.
Mengingat kata kata Gusdur, "Tidak penting apapun agamamu atau sukumu. Selama kamu bisa berbuat baik kepada semua orang, orang tidak akan bertanya apa agamamu." Toleransi bukan hanya mimpi. Dengan tindakan sederhana, seperti mendengarkan, menghormati, dan membantu orang lain, kita dapat menjadikan toleransi dan seluruh nilai-nilainya sebagai suatu hal yang faktual dan universal diterapkan semua kalangan masyarakat tanpa adanya batasan batasan seperti agama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H