Sekitar 10 -- 20 Februari 2022 lalu, kami tiga saudara kandung mengunjungi 2 sekandung lain yang mukim di Klaten dan Jogja demi melepas rindu dan menengok ipar yang sakit berat, setelah lebih dari 5 tahun tak pernah berjumpa. Ke Klaten pada tanggal itu bisa dibilang  ngeri-ngeri sedap karena ternyata Omicron sedang dalam puncaknya. Padahal ketika rencana perjalanan dibuat, Omicron baru menyapa Amerika, belum sampai Indonesia.
Apa boleh buat perjalanan tetap dilanjutkan karena tiket sudah dibeli dan rindu ini sudah begitu membuncah. Apalagi rencana perjalanan sudah dibuat dengan cukup detail penuh rasa excited mengingat rentang waktu yang cukup lama dari kunjungan kami terakhir, tentunya ada berbagai perkembangan Klaten yang menarik untuk dicermati.
Termasuk dalam ittenary adalah mengunjungi jembatan gantung Girpasang. Sebuah jembatan gantung dari baja yang baru selesai dibangun pada bulan Januari 2022 untuk menghubungkan kawasan desa terpencil Girpasang yang terletak di lereng Gunung Merapi dengan desa-desa sekitarnya. Ini karena desa Girpasang dibatasi oleh jurang sedalam 150 meter dengan jarak membentang sepanjang 120 meter yang  membuat Girpasang sulit berhubungan dengan kawasan lain.
Â
Penduduk yang akan bepergian atau yang akan datang ke desa itu harus menuruni dan menaiki jurang yang amat dalam. Mereka akhirnya membuat anak tangga yang jumlahnya tidak tanggung-tanggung, seribu anak tangga. Bisa dibayangkan betapa lelah dan tidak efisiennya perjalanan yang terjadi, Belum lagi jika ada barang dalam jumlah banyak atau hewan yang akan dibawa, sungguh sebuah perjuangan yang melelahkan.
Akhirnya mereka mengeluhkan kondisi ini pada Pemerintah yang segera ditanggapi oleh Kementerian PUPR dengan membangun jembatan dari baja senilai Rp. 4 milyar. Sebuah jembatan baru yang tadinya berfungsi sebagai sarana transportasi penduduk desa Girpasang menarik perhatian para penikmat wisata alam. Tentunya setelah mengunjunginya, mereka membagikannya melalui akun sosial media hingga membuat yang melihatnya jadi berdecak kagum, lantas ingin mengunjunginya.
Jadilah hari itu kami berlima ( termasuk pengemudi ) meluncur dari wilayah Ponggok menuju Girpasang. Begitu kami keluar dari Ponggok memasuki jalan yang membelah alam semacam hutan, namun hanya sebentar karena selanjutnya jalan mulai bergelombang. Gelombang makin besar dan dalam membuat pengemudi harus hati-hati dan cermat memilah jalan. Kanan-kiri jalan ada usaha pemecahan batu.Â
Batu-batu besar dipecah dengan peralatan berat menjadi pecahan kecil dan diangkut dengan truk-truk besar. Muatan ditumpuk sebanyak-banyaknya bahkan tingginya melebihi tinggi bak truk membuat truk berjalan miring. Ini membuat kami cukup ngeri saat akan melewatinya, apalagi pernah melihat berita di televisi ada penumpang motor yang menyalip malah tertimpa muatan truk.