Jadilah kami bertemu santai, walaupun hidangan lezat tersaji di hadapan namun kami tak bernafsu  menyantapnya sebelum meminta penjelasan pada Winda.  Winda hanya tersenyum manis mendengarkan pertanyaanku dan Nana, pasti dia sudah mempersiapkan mental. Teman-teman yang lain menyimak dengan tertib, Winda menjelaskan bahwa Bams adalah teman SMP nya yang juga sudah menikah. Mereka bertemu kembali saat menghadiri reuni. Yak ampun, jadi cerita-cerita tentang CLBK lantaran reuni benar-benar terjadi.
Setelah pertemuan  itu masih ada beberapa kali pertemuan bersama, tentunya Winda juga hadir namun kita tak pernah membahas masalahnya lagi. Pada dasarnya kami tetap menganggap Winda sebagai bidadari, entah setan dari penjuru angin mana yang mampu merubah perilakunya. Beberapa teman secara pribadi masih menasehatinya. Namun entah apa daya pesona Bams hingga Winda tetap melanjutkan kencan-kencan rahasianya.
Hingga di bulan Oktober 2020 lalu aku mendapat pekerjaan content creator dari sebuah perusahaan plat merah. Ternyata yang kasih briefing Niel - suami Winda. Untung dia tidak mengenaliku karena memang tak pernah bertemu. Sembari mencermati briefingnya, aku juga sibuk menilai Niel. Pasti ada sesuatu yang salah dengan lelaki ini hingga membuat Winda selingkuh, demikian pikirku. Namun tampaknya Niel lelaki yang baik, terbukti orang-orang di kantor bolak balik menyapanya dengan ceria sembari tak lupa membubuhi dengan sapaan "mas" termasuk office girl paruh baya.
Usai memenuhi target pekerjaan yang diberikan, honor dibayar. Namun kami (bertiga) diundang ke kantor Niel kembali. Atasannya ingin bertemu untuk mengeksplore rencana campaign berikutnya serta  memberikan tanda terimakasih yang lain. Sekotak kue yang lezat diberikan pada masing-masing Content Creator.
Niel sempat menyapaku, "Sepertinya kita pernah bertemu."
Aku menggelengkan kepala walaupun dalam hati maklum karena kendatipun aku yang tidak pernah bertemu Niel tetapi bisa mengenalinya melalui photo keluarga Winda. Mungkin Niel-pun melihatku melalui koleksi photo Winda.
Pagi di bulan Desember itu seperti biasa aku olahraga jalan hingga mencapai sebuah rumah berpagar putih, seorang Ibu sepuh sedang memilih roti dari penjaja yang lewat. Sebuah sepeda keluar dan kulihat Niel menuntun, Niel pun tak kalah surprise melihatku.Â
Kami berbasa- basi sebentar hingga Ibunya mengajak duduk di teras untuk bersama-sama menikmati roti. Rupanya Niel dan kakaknya memboyong keluarga mereka untuk tinggal di rumah orangtuanya selama WFH. Aku tidak ikut menikmati sarapan, bagaimanapun protokol cegah Covid-19 tetap jalan, namun aku sempat membuka masker untuk meneguk minum dari tumbler. Saat itu Ibu Niel berkata,
"Mbak, sepertinya Ibu pernah lihat mukanya. Kalau engga salah di salah satu photo Winda bersama teman-temannya."
Daya ingat Ibunya luarbiasa, aku mengangguk membenarkan dugaannya. Niel tertegun menatapku tajam. Beberapa saat setelah berbincang, aku pamit.