Mohon tunggu...
Dee Daveenaar
Dee Daveenaar Mohon Tunggu... Administrasi - Digital Mom - Online Shop, Blogger, Financial Planner

Tuhan yang kami sebut dengan berbagai nama, dan kami sembah dengan berbagai cara, jauhkanlah kami dari sifat saling melecehkan. Amin.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Remaja Swedia Jadi Influencer Climate Change, Remaja Indonesia Jadi Pembunuh, Ada Apa dengan Pola Asuh Kita?

16 Maret 2020   13:05 Diperbarui: 16 Maret 2020   13:08 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: instagram/@gretathunberg

"Dia malah ketawa sendiri seperti orang gila saat saya tanya," jelas Kepala Sekolah.

Dengan lugas saya jawab, "Jangankan anak, sayapun bisa jadi gila berhadapan dengan kepala sekolah seperti Bapak."

Jawaban ini seperti menamparnya dan mengembalikannya pada posisi sebagai pendidik. Akhirnya dia menerangkan investigasi yang telah dilakukan pihak sekolah dimana "provokator" dari bully massal itu dilakukan oleh 2 orang sahabat anak saya karena iri memiliki ibu yang begitu dekat dan perhatian tidak seperti ibu mereka. 

Yang satu memang ibunya terlalu sibuk mengurusi anaknya yang autis  sementara bapaknya bekerja sebagai Nakhoda kapal yang mendarat setahun sekali. Yang lain pernah nge-gap bapaknya sedang selingkuh hingga murka dan mengejar anak itu sembari membawa sebilah pisau.

Mengetahui musababnya demikian, saya jadi iba. Kasihan, anak-anak memang selalu merindukan sosok ibu yang mengayomi dan menjaganya. Sayangnya mereka tak mendapatkannya. Dan ini berakumulasi pada tingkah aggressor mereka yang Bisa menghancurkan anak lain.

Kondisi psikis seseorang itu tidak terbentuk dalam waktu singkat, melainkan akumulasi proses kehidupannya sejak kecil, bahkan sejak dalam kandungan. Disini peran, pendidikan, dan bimbingan orangtua sangat berpengaruh. 

Sebagai seorang ibu saya miris. Ketika kekecewaan dan kemarahan yang ada di hati mencari penyaluran, sayangnya jiwa muda kebanyakan tak bisa mengenali diri sendiri, membuat mereka mencari teman yang sealiran/ seperasaan untuk meletupkannya dengan cara yang menurut mereka benar.

 Dan ternyata guru BP yang diharapkan bisa menjadi pendidik yang menjaga dan memahami seorang murid juga tak selalu melaksanakan fungsinya.

Apakah saya menyalahkan guru BP seperti yang dilakukan oleh anggota KPAI yang terhormat?

Sama sekali tidak karena saya paham sekali bagaimana guru dan sekolah telah dihabisi wibawanya oleh para orangtua murid bahkan juga oleh para murid yang harusnya merupakan anak didiknya. Berapa kasus murid memukuli gurunya yang mencuat kepermukaan, salah satunya yang terjadi di tempat tinggal saya saat di Jawa Timur. 

Berapa  kasus muncul orangtua murid muncul ke sekolah marah-marah karena anaknya mendapatkan hukuman di sekolah? Tidak cukup marah di sekolah, ada juga orangtua murid yang melaporkan guru anaknya ke polisi hingga guru tersebut masuk penjara. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun