08 Maret 2020 adalah Hari Perempuan Sedunia, bertepatan dengan berkembangnya berbagai issu dunia macam virus corona, climate change dan berbagai perkembangan ekonomi yang tidak terlalu bagus  membuat saya bertanya-tanya, bagaimana perempuan muda menghadapi perkembangan dunia yang begitu cepat dan ekstrem.
Kok perempuan muda sih?
Karena perempuan dewasa seperti saya dan teman-teman lain sudah cukup matang menghadapi berbagai gejolak hidup. Sementara di lain pihak, saya memiliki anak serta kerabat-kerabat perempuan muda yang terkadang membuat saya was-was melihat mereka menghadapi berbagai cobaan hidup.
Hebatnya, ketika perempuan-perempuan muda Indonesia masih berkutat dengan masalah internal seperti kasih sayang, jati diri maupun keinginan untuk diterima lingkungan, ternyata seorang perempuan muda Swedia 17 tahun sudah berhasil menggaungkan aksinya secara global.
Dia bernama Greta Thunberg -- Â sejak berusia 15 tahun mulai melakukan aksi bolos sekolah tiap Jumat untuk berdemo di depan gedung parlemen Swedia demi mendesak para anggota parlemen memikirkan serta bertindak lebih banyak untuk lingkungan. Ia mengunggah fotonya saat sedang duduk di luar gedung parlemen Swedia, the Riksdag pada 20 Agustus 2018. Di sampingnya tampak poster berisi kritik dan dorongan bagi otoritas untuk mengambil tindakan terkait perubahan iklim.Â
Empat hari sebelumnya, ia mengunggah foto diri menggunakan kaos bergambar pesawat dicoret sebagai pernyataan bahwa ia tidak akan menggunakan moda penerbangan demi mengurangi jejak karbonnya.
Efek dari aksinya luar biasa, hanya dalam kurun setahun, jutaan pelajar di berbagai negara di dunia terinspirasi oleh Greta dan meninggalkan kelas mereka untuk mengacungkan poster-poster sarat pesan lingkungan.
Puncaknya pada 20 September lalu, saat jutaan orang, tua dan muda, di berbagai benua turun ke jalan. Dan itu merupakan momen bersejarah bagi kampanye lingkungan. Greta menyampaikan pidato-pidato penting berkaitan dengan Climate Change ( Perubahan Iklim ).Â
Kiprahnya ini bahkan disebutkan membahayakan diri sendiri karena Greta memerangi industri-industri yang telah terbukti membawa dampak buruk bagi lingkungan. Oleh karenanya ia mendapat penghargaan dari majalah Times sebagai Person of the Year 2019.
Greta menjadi salah satu kandidat termuda untuk menerima penghargaan perdamaian Nobel Peace Prize. Awal tahun ini pula, ia bertemu dengan pemimpin Inggris, mendorong Uni Eropa untuk melupakan Brexit dan berkonsentrasi pada perubahan iklim. Ia kemudian bergabung dengan kelompok aktivis Extinction Rebellion di London dan mendorong para aktivis muda lainnya untuk melanjutkan kampanye mereka.
Lantas bagaimana dengan perempuan muda Indonesia?