Mohon tunggu...
Dee Daveenaar
Dee Daveenaar Mohon Tunggu... Administrasi - Digital Mom - Online Shop, Blogger, Financial Planner

Tuhan yang kami sebut dengan berbagai nama, dan kami sembah dengan berbagai cara, jauhkanlah kami dari sifat saling melecehkan. Amin.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Anak Saya Setengah Lusin

23 Mei 2019   09:09 Diperbarui: 23 Mei 2019   09:20 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sedang terlibat pembicaraan serius dengan seorang pejabat di sebuah Kementerian eh dia malah menanyakan hal yang melenceng, "Ibu, umurnya berapa?"

Sebuah pertanyaan yang mengesalkan; adalah pantangan bagi perempuan mendapatkan pertanyaan  berapa umurmu atau berapa berat badanmu. Kalau sampai si Bapak menanyakan hal itu, bisa jadi saya akan memilih untuk meninggalkan pertemuan. Eh tapi apa saya akan seberani itu mengingat kami sedang membicarakan hal besar. Alih-alih meng-entertain rasa kesal, saya memilih untuk bercanda saja apalagi melihat sosok bapak pejabat masih muda dan ganteng.

"59 tahun, Pak." Jawab saya singkat.

Si Bapak setengah tak percaya dengan jawaban saya, dia  melanjutkan pertanyaan, "Anaknya berapa?"

"Setengah lusin, Pak," jawab saya. Si Bapak tak percaya, dia tertawa sembari berkata, "Ah masa sih, Bu."

Saya pasang muka lempeng, angkat bahu dan mencoba membawa pembicaraan pada topik semula. Dia sepertinya paham bahwa saya tak nyaman bicara masalah pribadi. Kami melanjutkan pembicaraan sesuai agenda pertemuan.

Beberapa minggu kemudian kami tak sengaja bertemu di sebuah mall, dia mengajak untuk minum kopi di sebuah cafe. Dan di sana ditanyakannya lagi soal jumlah anak dan usia.

Dan dengan tegas saya jawab, "Bapak, perempuan tuh gak boleh ditanya umur atau berat badan kecuali bapak sedang mewawancarai saya kerja."

Si Bapak lagi-lagi terpana sebelum akhirnya mengangguk. Saya melanjutkan, "Nah kalau soal jumlah anak, jika memang sebegitu besar rasa ingin tahu Bapak, akan saya jelaskan."

Saya melanjutkan, "Tidak ada anak yang terlahir dari rahim saya. Namun si Bocah sudah saya ambil sejak bayi, kami besarkan dengan kasih sayang hingga dia meraih gelar kesarjanaannya dalam waktu 3 tahun dengan IPK 3.5. Dia sudah menikah. 

Nah, beberapa waktu lalu saya sering menanggung biaya rutin pembelian susu formula bagi beberapa keluarga.Tersebab perekonomian mereka memang tidak memungkinkan untuk memberikan susu formula bagi anak-anaknya. 

Awalnya saat Mini memulai kerja jadi ART freelance di rumah saya. Alangkah kagetnya demi melihat dia memberikan SKM pada anaknya yang masih balita. Kalau SKM habis, terkadang dia memberi anaknya air hangat yang diberi gula. Saya sungguh khawatir anaknya kena diabetes dini. 

Jadilah saya tawarkan untuk membeli susu formula ke anaknya tanpa memotong gaji Mini. Akhirnya tidak hanya Mini, ada keluarga-keluarga lain bahkan tinggal di Malang yang jadi tanggungan saya."

Bapak itu terpana menatap saya dan bertanya, "Seriusan Bu kasih sufor ke mereka? Berapa banyak? Berapa lama?"

"Yah, biasanya mereka mengkonsumsi 1-2 dus per minggu. Rata-rata berjalan 1-2 tahun lantas mereka minta berhenti sendiri karena gak enak hati, merasa membebani." Jelas saya.

sumber: breast feeding
sumber: breast feeding

Saya melanjutkan, "Belakangan saya baru tahu tentang Stunting yakni kondisi kurang gizi yang dialami Stunting adalah sebuah kondisi di mana tinggi badan seseorang jauh lebih pendek dibandingkan tinggi badan orang seusianya. 

Penyebab utama stunting adalah kekurangan gizi kronis sejak bayi dalam kandungan hingga masa awal anak lahir yang biasanya tampak setelah anak berusia 2 tahun. Dan Indonesia termasuk dalam golongan darurat stunting data dari WHO, tercatat 7,8 juta dari 23 juta balita Indonesia mengalami stunting. Sementara, dari 35,6% pengidap stunting di Indonesia, sebanyak 18,5% balita masuk dalam kategori sangat pendek, dan 17,1 persen masuk ke kategori pendek."

Si Bapak sepertinya jadi memiliki pandangan yang lebih menghargai tapi itu pandangan yang sudah sering saya terima jika orang tahu apa yang saya lakukan. Saya selalu berusaha menetralisir dengan menyampaikan bahwa merekapun bisa melakukan apa yang saya lakukan karena uang yang keluar sebenarnya tidak terlalu banyak.

Seandainya saja 1 kepala keluarga yang berkecukupan memberi donasi sufor untuk 4 balita maka bisa dipastikan tingkat darurat stunting bisa diminimalisir. Anak-anak balita akan kecukupan gizi yang selain membuatkan tumbuh tinggi juga merangsang kemampuan otaknya untuk berpikir cerdas. Pada gilirannya akan berdampak besar pada bangsa ini.

"Awalnya saya tidak menganggap mereka sebagai anak saya. Eh suatu hari anaknya Mini yang sudah berusia 9 tahun dan hijrah ke Kebumen datang ke rumah bersama ayahnya. Si ayah menyebutkan, Bu, ini anak sesusuan Ibu. Lah saya bengong, wong itu susu kaleng. Namun si ayah berkeras. Ya sudahlah, apa kata dia." Sambung saya seraya menunjukkan foto di bawah.

Kami tertawa bersama

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun