2015: Rp. 32.278 (dalam Milyar Rupiah).
2014: Rp.26.562 (dalam Milyar Rupiah).
Uniknya, angka penjualan menanjak tajam justru di tahun 2015 (setahun sebelum Perpres 48 tahun 2016). Mungkin saat itu Bulog memang sedang mempersiapkan diri untuk menjadi BUMN.
Bulog meraih laba usaha Rp2.382 (dalam Miliar Rupiah) pada tahun 2016 yang jauh lebih besar dibandingkan laba usaha Rp1.386 (dalam Miliar Rupiah) pada tahun 2015. Sayangnya laba usaha tersebut tergerus oleh beban lain-lain. Entah apa komponennya.
Bagi saya yang berasal dari Bank, dalam mengamati suatu usaha, selain penting mencermati  tingkat penjualan juga penting mencermati beban biaya. Sebab apa gunanya penjualan tinggi jika tidak menghasikan keuntungan.
Apalagi Bulog juga menggunakan pinjaman Bank dengan tingkat suku bunga komersial. Dan terlihat peningkatan cukup tajam kewajiban (hutang) dari tahun 2014 ke tahun 2015. Selidik punya selidik, pemegang saham juga menggelontorkan modal cukup besar tiap tahun.Â
Rasio hutang mengecil hingga di bawah 70% dari total asset (pada tahun 2016) jadi di atas kertas Bulog merupakan perusahaan yang cukup sehat.
Lantas apa lagi yang dilakukan Bulog untuk meningkatkan omset bisnisnya?
Bulog merangkul masyarakat untuk menjadi mitra usaha Rumah Pangan Kita (RPK) di mana hanya dengan modal Rp5 juta, masyarakat sudah bisa menjual produk Kita (dari Bulog). Sudah ada 37 ribu outlet RPK yang tersebar.
Sebenarnya ini lebih dari 2 kali lipat outlet Alfamart yang 13 ribuan. Namun, omset Alfamart jauh lebih besar, nyaris dua kali lipat dari omset Bulog. Yah, RPK belum ada 5 tahun berdiri, sementara  Alfamart sudah jauh lebih lama.
Namun, seorang Anthony Robbins -- motivator internasional ternama pernah menjelaskan salah satu cara untuk mencapai sukses adalah dengan mengambil role model yang sudah sukses duluan. Demi mencapai jalan sukses yang sudah dirintis pemain terdahulu, juga untuk menghindari  kerugian yang pernah dirasakan pemain terdahulu.