Seperti biasa, menjelang pergantian tahun, demam membuat Resolusi akan dimulai. Saya katakan demam karena kenyataannya, menurut penelitian yang dilakukan sebuah Universitas di London sampai tutup tahun terkait yang berhasil mencapai resolusinya hanya 8%. Yang lain bahkan sudah mangkrak sejak bulan Februari dimana sebab utamanya karena masalah penundaan dan akibat tidak memiliki tolok ukur yang tepat. Mungkin tepatnya, bermimpi tanpa sadar diri
Jangan Lupa Bersyukur Sebelum Menulis Resolusi
Makanya tak heran seorang teman mengatakan, "Daripada membuat resolusi, saya lebih memilih mengucap syukur atas tahun yang telah dilewati." Saya sangat setuju dengan apa yang dikatakannya mengingat tahun 2017 adalah tahun yang berat bagi saya. Sebuah penyakit sukses menempatkan diri ini antara hidup dan mati. Terbaring tanpa daya selama 17 hari dan semua berawal di hari pertama Ramadhan, tepat pk 07 pagj muntah 5 kali disusul seluruh badan bergetar bahkan muka turut bergetar hingga  jantung berdentam kencang. Lucunya waktu itu saya mengira ini sekedar keracunan makanan sahur. Beberapa hari setelahnya tetap tak bisa kumulai berpuasa, sekujur tubuh menolak makanan. Mulut serasa sedang dalam kondisi "Pause" mode on.  Saya sanggup berhari-hari tak makan dan hanya tergeletak di pembaringan.
Akhirnya saat saya tuliskan kondisi ini di Facebook dan 95 teman menyarankan untuk pergi ke dokter. Yup 95 orang teman FB memberikan simpatinya padahal biasanya saat menuliskan status di FB tak seramai itu tanggapannya. Terus terang  saya jadi terharu. Plis deh ini teman yang hanya ketemu di dunia maya, terbujur dari Sabang hingga Merauke bahkan hingga ke Luar Negeri. Jadilah saya pergi ke dokter dengan kondisi tubuh amburadul. Untuk berpindah dari duduk ke berdiri di atas timbangan, kepala rasanya berputar. Dan makin berputar menyadari betapa banyaknya Berat Badan (BB) yang berkurang. Dokter yang terharu hingga menggenggam tanganku dan mengelus-elus membuatku sadar betapa gawatnya kondisi kesehatanku. Tanpa membuang waktu dokter  menjadwalkan  check up kesehatan secara komperehensif tan[a procedure puasa.Berdasarkan hasil pemeriksaaan laboratorium, dokter meresepkan obat bagi saya yang menderita diabetes, hipertensi, kolesterol dan asam urat. Yes, great semua penyakit kumpul jadi satu. Diabetes (kondisi gula darah ) yang tinggi menjadi semacam pemicu bagi penyakit-penyakit yang lain, diabetes bahkan dijuluki sebagai ibu dari semua penyakit.
Kondisi kesehatan sedemikian rupa dan terjadi pada bulan Ramadhan membuat keimanan jadi bertanya-tanya.Kesalahan apakah yang telah kuperbuat hingga aku "tak boleh" berpuasa? Apakah Tuhan tak sudi menerima puasaku?
Lagi-lagi seorang teman Facebook menasehatiku demikian. Â Tak salah kan jika lagi-lagi saya merasa bersyukur pada kualitas pertemanan di FB.
Setelah mendapat lampu hijau dari dokter lain (saya mencari second opinion ke dokter lain) yang mengizinkan saya berpuasa dan dengan santai menjelaskan, "kalau enggak kuat ya tinggal berbuka saja.".
 Mulailah saya berpuasa. Ternyata saya survive, sayapun melanjutkan puasa.
Saya merasa sakit saya itu selain karena kelalaian diri sendiri juga menjadi wake up call untuk melakukan semua secara seimbang. Mencermati asupan makan, lebih baik tidak makan daripada memasukkan makanan yang akan mengurangi kualitas kesehatan. Yap, terkadang karena kesibukan kita jadi makan yang ada di dekat kita. Padahal sebenarnya tubuh kuat kok jika kita mengurangi asupan makanan kita. Tapi tubuh suatu saat akan menjerit jika kita terus menerus memasukkan makanan yang tidak menyehatkan. Terutama berkaitan dengan gula, minyak dan kolesterol, karbohidrat berlebihan. Kurang asupan sayur dan buah.
Dua minggu kemudian saat kontrol ke dokter, ternyata semua indikator kesehatan sudah masuk pada garis normal. Dokter mengurangi obat saya dari 5 jenis jadi 3 jenis. Dan suatu hari saat obat sebenarnya sudah habis, saya harus menghadiri acara halal bihalal komunitas. Lucunya saya salah jalan, tempat yang seharusnya dapat saya tempuh dengan berjalan kaki dalam waktu singkat jadi panjang dan berliku saat di tempuh. Sampai di tempat acara makan-makan sudah dimulai, saya yang sampai dengan gemetaran gak buang waktu langsung ikut makan. Setelah perut terisi barulah bisa mulai berbaur dengan teman-teman. LOL. Tak tahunya satu jam kemudian, ada pak dokter di sudut ruangan yang menyediakan layanan pemeriksaan Gula Darah dan Tekanan Darah. Menakjubkan saat angka yang muncul 120.
 "Wah ini bagus, kan abis makan-makan. Pertahankan ya, "kata pak dokter.