Mohon tunggu...
Dee Daveenaar
Dee Daveenaar Mohon Tunggu... Administrasi - Digital Mom - Online Shop, Blogger, Financial Planner

Tuhan yang kami sebut dengan berbagai nama, dan kami sembah dengan berbagai cara, jauhkanlah kami dari sifat saling melecehkan. Amin.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Ketika Buruh Migran Lebih Perkasa dari 10 Orang Terkaya Indonesia versi Forbes

5 Mei 2017   17:37 Diperbarui: 6 Mei 2017   14:35 1395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Teman saya yang memiliki usaha warung nasi mengeluhkan omsetnya yang turun drastis belakangan ini. Padahal warungnya itu terletak di daerah sekitar gedung perkantoran yang biasa ramai sejak pagi hingga malam. Nasib yang sama juga dialami warung-warung nasi lainnya. Karena teman tersebut juga karyawan digedung perkantoran, dia menyempatkan untuk mengunjungi para pelanggannya.Betapa terenyuhnya dia melihat bahwa para pelanggannya membawa bekal makan siang sendiri, nasi berlauk tempe goreng atau telur dadar. Diapun jadi menyadari bahwa perekonimian sedang lesu. Fakta yang disadari oleh para pengusaha warung Padang di Depok hingga membuat mereka menyiasati dengan meluncurkan paket Rp.10 ribu (satu lauk, satu jenis sayur dan sambal).

Penurunan omset juga dirasakan para pedagang grosir Pasar Tanah Abang. Sementara saya yang berdagang online dengan coverage beberapa jenis market yang berbeda mencermati untuk pasar online regular juga merasakan sepi transaksi di tanggal muda. Sesuatu yang tidak biasa terjadi. Untungnya hal berbeda terjadi di  e-commerce barang bekas yang malah ramai pembeli dan tanpa banyak  tanya dan tawar langsung membeli barang-barang bekas yang saya display. Padahal biarpun barang bekas sebenarnya dari segi kelas dan kualitas malah jauh berkualitas dan mahal dibanding barang baru yang saya perdagangkan. Di pihak lain, atas permintaan beberapa teman baik, saya juga menawarkan properti mereka yang termasuk hot properti karena dijual dengan harga miring padahal berada di lokasi stategis.Tak disangka-sangka properti tersebut langsung terjual dalam jangka waktu kurang dari sebulan. Sungguh diluar dugaan sebab biasanya penjualan propertimembutuhkan waktu bulanan. 

Jika ditelisik lebih dalam, customer dari barang bekas tersebut sebenarnya bisa digolongkan sebagai customer dengan daya beli yang cukup tinggi namun memiliki kewaspadaan dalam membelanjakan uangnya. Makanya mereka lebih memilih untuk berbelanja barang bekas berkualitas. Sementara para pembeli properti  bisa dipastikan memiliki dana yang teramat sangat berlebih, mereka sebenarnya juga merupakan pembelanja yang cerdas karena membeli properti saat dalam posisisusah jual seperti yang terjadi saat ini. 

Saya jadi bertanya-tanya apakah fenomena ini membuktikan bahwa saat ini memang sedang terjadi ketimpangan ekonomi yang sangat parah dimana berdasarkan data yang dilansir oleh lembaga keuangan Swiss, Credit Suisse telah menempatkan Indonesia sebagai Negara dengan Ketimpangan Ekonomi tertinggi ke empat setelah Rusia, India dan Thailand.  Indonesia ditempatkan pada posisi ini karena 1% orang terkaya di Indonesia menguasai 49.3% kekayaan nasional. 

Tidak hanya Credit Suisse mencatat kondisi memprihatinkan ini, data statistik dari BPS (Badan Pusat Statistik) juga mencatat bahwa tingkat ketimpangan di Indonesia semakin tinggi. Hal ini tercemin dari meningkatnya Indeks Gini Ratio pada September 2016 yang kembali ke angka 0,41 setelah mengalami penurunan sejak 2015. Padahal pemerintah menargetkan nisbah Gini turun hingga 0,36 pada 2019. Indeks Gini Ratio sendiri adalah ukuran yang dikembangkan oleh statistikus Italia, Corrado Gini, dan dipublikasikan pada tahun 1912 dalam karyanya, Variabilità e mutabilità. Koefisien ini biasanya digunakan untuk mengukur kesenjangan pendapatan dan kekayaan. Di seluruh dunia, koefisien bervariasi dari 0.25 (Denmark) hingga 0.70 (Namibia).

Besarnya kesenjangan terlihat pada penguasaan dana di perbankan dari orang-orang kaya

Dana bank di Indonesia didominasi oleh pemilik rekening di atas Rp 2 miliar. Meskipun hampir 98 persen jumlah rekening di bank dimiliki oleh nasabah dengan jumlah tabungan di bawah Rp 100 juta dengan total nilai  Rp. 673 Trilyun. Namun 2% dari rekening di bank merupakan rekening dengan dana di atas Rp. 2 Milyar yang bernilai total  Rp. 2.601 Trilyun.

Oxfam Indonesia bersama bersama International NGO Forum on Indonesia Development (INFID) mencatat dalam Laporan Ketimpangan Ekonomi bahwa dalam 20 tahun terakhir, jurang antara orang kaya dan miskin di Indonesia tumbuh lebih cepat dibandingkan negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara. Dilaporkan bahwa Indonesia berada di 6 peringkat terbawah dunia dalam hal ketimpangan. Harta dari 4 orang terkaya Indonesia setara dengan gabungan dari Harta 100 juta orang miskin di Indonesia.

Pemerintah meyakini bahwa salah satu sumber pembiayaan bagi pembangunan adalah melalui Pajak. Demi meningkatkan pendapatan dari Pajak, Pemerintah sudah meluncurkan program Tax Amnesty yang berakhir beberapa bulan lalu. Seharusnya ini tidak sulit mengingat  jumlah orang kaya relatif sedikit tapi hartanya sangat banyak. Namun apa daya kondisi di lapangan malah menguak fakta bahwa ada 5 orang terkaya Indonesia versi majalah Forbes dan Globe Asia 2015 tidak mem‎punyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Lebih jauh lagi Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak, Ken Dwijugiasteadi saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XI DPR itu menjelaskan alasan 5 orang terkaya itu tidak memiliki NPWP karena mereka sudah meninggalkan Indonesia sudah lebih dari 183 hari dan memutuskan menjadi warga negara asing. Mereka sekarang sudah jadi warga negara asing, bahkan ada yang menetap di daerah timur Indonesia, tepatnya di sebelah Papua. Orang yang awalnya warga Negara Indonesia dimana 2 orang terkaya  dari Jawa Timur, 2 orang terkaya dari Sumatera, dan 1 orang terkaya dari Jakarta.

sumber: bangka post
sumber: bangka post
Sebenarnya ini fakta yang menyedihkan mengingat kekayaan mereka berasal dari usaha di Indonesia, sayangnya saat mereka dibutuhkan, mereka malah pergi. Padahal Menteri Keuangan Sri Mulyani mengemukakan bahwa dari Rp. 1 Triyun yang bisa dikumpulkan Pemerintah akan bisa digunakan untuk membangun 3.541 km jembatan, 155 km jalan, 52.631 hektar sawah, 11.900 rumah prajurit dan membayar 9,4 ribu gaji guru senior.

 Selanjutnya pemerintah bisa menyalurkan beras 729 ribu rumah tangga sasaran, 93 ribu ton benih, 306 ribu ton pupuk dan membantu memberikan bantuan 2,2 juta siswa SD, 1,3 juta SMP dan 1 juta SMA, 355 ribu keluarga miskin dan 3,6 juta orang miskin.

Ironisnya ada sebuah sektor yang selama ini dipandang sebelah mata ternyata menyumbangkan kontribusi lebih banyak dari setoran pajak peserta program Tax Amnesty. Sektor itu adalah sektor Buruh Migran Indonesia. Mereka yang bekerja hingga ke Luar Negeri  untuk menghidupi dirinya sendiri dan keluarga yang berada di Indonesia menyumbangkan kiriman uang dari LN sebesar Rp. 119 Trilyun pada tahun 2015  lebih tinggi dari total setoran program pengampunan pajak per 25 Januari 2017 yang sebesar Rp 110 triliun.

Direktur Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Luar Legeri (PPTKLN) Kemnaker, R. Soes Hindharno menyatakan selisih remitansi BMI tidak jauh dengan dana repratiasi yang dijanjikan para konglomerat Indonesia untuk memasukkan dananya ke dalam negeri lewat program Tax Amnesty  sebesar Rp 140 triliun. Soes menambahkan bahwa remitansi BMI  tidak bisa dianggap remeh, setidaknya menyumbang 10 persen dari APBN Negara “Bedanya, remitansi dari BMI sudah jelas masuk, sedangkan repatriasi masih sebatas komitmen,” Kali ini Indonesia dalam Angka sungguh indah.

Dengan fakta bahwa BMI ternyata sudah menyumbang 10% dari APBN dimana kita juga bisa melihat bahwa fresh money yang masuk itu dipergunakan oleh keluarga para BMI tentunya akan menghasilkan multiplier effect yang signifikan dan bisa meningkatkan kesejahteraan pada masyarakat sekitar. Karenanya apresiasi pada para BMI patut dilakukan, terutama berkaitan dengan perbaikan penyelenggaraan  penempatan BMI di Luar Negeri, pengayoman selama mereka bekerja di sana baik dari segi payung hukum maupun Lembaga yang menaungi mereka. Negara sudah jauh lebih baik dalam menangani masalah perburuhan migran yang bekerja di Luar Negeri. Seperti dengan adanya pembentukan BNP2TKI (Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia).

buruh-590c534275937366238b456a.jpg
buruh-590c534275937366238b456a.jpg
Saya juga bersyukur Bpk Jokowi langsung menemui para buruh migran sesampainya di Hongkong baru-baru ini,  tindakan mengayomi dan menghargai dari seorang kepala Negara.

Dengan besarnya kontribusi dari para Buruh Migran ini pada APBN sudah waktunya Negara menangani dan meningkatkan pertumbuhan sektor ini apalagi masalah pembangunan Sumber Daya Manusia merupakan satu dari tiga prioritas Pemerintah dalam pemerataan ekonomi. Mendidik tenaga kerja yang memiliki ketrampilan dan mengirimkannya ke luar negeri pasti akan menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi. Saya mengenal para perawat dari Indonesia yang bekerja di Taiwan, pekerja salon kecantikan di Saudi Arabia, juru masak yang bekerja di Singapore. Bukan semacam chef-chef yang terkenal namun seorang juru masak yang memasak ramuan herbal di suatu klinik sinshe. Juru masak yang masih sempat mengurusi kost-kostannya yang berisi anak-anak Indonesia.

Pengiriman tenaga kerja laki-laki juga perlu ditingkatkan. Sebab ketika saya singgah di Saudi Arabia, saya lebih sering bertemu pengemudi dari India, pekerja hotel dari India, penyapu jalanan dari Bangladesh.

Saya mengenal seorang anak muda (19 tahun), mahasiswa UI. Anak yang langsung terpisah dari Ibunya usai terlahir karena sang Ibu segera bekerja di Singapore. Ketika si anak muda mendapatkan kesempatan untuk mengikuti Short Course di NUS - Singapore baru-baru ini, menjadi kesempatan pertama mereka bisa tinggal bersama. Anak muda ini selama di Singapore aktif dalam pembinaan ketrampilan para Buruh Migran Indonesia. Dan sekembalinya ke Jakarta, dia menghimpun gerakan mengumpulkan bahan bacaan yang akan dikirimkan ke Perpustakaan TKI di Singapore dan pemilihan topik-topik dari buku yang dibutuhkan bisa disimpulkan pendalaman ketrampilan yang dibutuhkan.

Topik-topik berikut:

 1.Keterampilan (menjahit, menyulam, dll)
 2. Autisme, skizofrenia, disleksia, dan gangguan-gangguan lain
 3. Panduan merawat anak penderita autisme, skizofrenia, disleksia, dll
 4. Tata rias
 5. Resep kue dan masakan
 6. Tips memulai usaha
 7. Teknik menulis sastra (puisi dan prosa)
 8. Budidaya tanaman dan hewan
 9. Fotografi
 10. keterampilan berbahasa (Inggris dan Mandarin)
 11. Keterampilan dasar Microsoft Office
 12. Translation & interpreting
 13. Travel writing & photojournalism
 14. Agama

sumber: facebook yoga
sumber: facebook yoga
Sudah waktunya KBRI yang berada di wilayah dengan banyak BMI diaktifkan untuk membina para Buruh Migran ini. Dalam hal ini penting untuk membaca data Statistik Indonesia.

Sementara itu  jika kita lihat bahwa banyak materi buku yang disusun sebenarnya merupakan persiapan usaha sekembalinya ke Indonesia sudah sewajarnya Pemerintah menerapkan salah satu prioritas pemerataan ekonomi melalui pembagian lahan-lahan tidak produktif kepada mereka.  Sejauh-jauhnya buruh migran bekerja, semuanya demi keluarga di tanah air. Berikanlah sehasta tanah bagi mereka.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun