“Bukannya ga usah pakai kuahnya. Dah dibaca petunjuk masaknya?” Saya mengingatkannya.
Dengan yakin dia mengatakan sudah mengikuti petunjuk memasaknya, “Biasa aja ya. Kok mahal amat.”
Penasaran dengan versi Mie Mewahnya, beberapa hari lalu saat satu minimarket sedang memberikan penawaran spesial untuk pembelian Bakmi Mewah, saya langsung membeli beberapa sesuai paket penawaran. Sesampai di rumah, membaca petunjuk memasaknya, nyalakan kompor lalu jerang air di atas wajan. Masukkan mie ke dalam air yang sudah mendidih. Angkat mie, tiriskan dan letakkan dalam mangkuk. Taburi daging dan bumbu….Taraaa. Berikan pada si Nenek yang beberapa waktu lalu membuat Mie Mewah dengan mencampurkan air rebusan.
“Begini lho mbak Preh masaknya,” seraya mengulurkan mangkuk berisi racikan bakmie mewah. Tak perlu ditambahi aneka garnis sebab begitulah cara menikmati keaslian suatu masakan. Demikian yang disampaikan sang pakar kuliner Bondan Winarno. Namun di sampingnya saya sediakan bakso, sosis, telor puyuh masak asam manis.
Harian Kompas kemarin lagi-lagi mengisahkan mengenai ketergantungan rumah tangga para kaum urban pada si Embak ( assisten rumah tangga ), namun seringkali si Embak keluar masuk dari tempatnya kerjanya. Sebagai seorang yang memiliki Embak yang awet, saya pikir penting untuk mendekatkan diri dengan para embak bisa dengan memakai Bakmi Mewah seperti yang saya lakukan ini....
Pertukaran penganan sederhana di antara kami merupakan salah satu pengikat hati. Assisten Rumah Tangga adalah bagian dari keluarga kita, selayaknya diperlakukan seperti anggota keluarga yang lain. Sesuatu yang sering kita lupakan terutama terhadap ART. Belum terlambat untuk memulainya, sekotak Bakmie Mewah bisa jadi awalnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H