Â
Tahap ke tiga adalah sosialisasi, sebelum melakukan program ,maka Dinas Pertanian Kabupaten Merauke harus melakukan sosialisasi kepada penduduk asli di distrik Wapeko, dan setiap melakukan  sosialisasi harus di lakukan mengikuti adat di sana, yaitu potong babi ( babi di Papua harganya mahal sekali ) ,setelah ramah tamah, dilanjutkan dengan mengajak masyarakat untuk belajar menanam padi didampingi oleh petani ahli bentukan saya, yang sudah siap di lokasi .
Tahap ke empat adalah proses pembelajaran dan pendampingan, selama hampir 2 minggu tidak ada satu orang pun dari penduduk asli yang mau belajar bertanam padi , mereka hanya datang untuk menonton team petani ahli bekerja, dari memasang pompa, membajak lahan, menebar benih, sampai memelihara benih padi, semua kami kerjakan sendiri, tapi setelah minggu ke 3 mereka spontan datang, terutama ibu-ibu dan anak-anak yang antusias berlajar bertanam padi, maka program pendampingan bisa berjalan setelah di minggu ke 3. Kami baru mengerti kenapa ini bisa terjadi, kami pikir ada kesalahan komunikasi karena bahasa dan budaya yang berbeda, ternyata karena mereka menunggu keseriusan kami, selama ini setiap program yang di sosialisasikan selalu hanya sebatas program, setelah ritual potong babi, maka kelanjutan projek tidak ada kejelasan, ternyata dengan kami tetap bertanam tanpa menunggu mereka ( penduduk asli ) selama 3 minggu, mereka melihat ada yang berbeda, bahwa kami bersungguh-sungguh mau mengajari dan mendampingi petani, dan itu adalah titik balik keberhasilan program pendampingan inovasi tanam padi.
           Â
Ibu ini sangat antusias bertanam padi
Â
Semua program berjalan baik, bahkan staff kami sangat terharu dengan kesungguhan ibu-ibu bertanam padi, kekuatan fisik ditambah semangat kerja membuat mereka mampu menanam padi dari pagi sampai gelap, sehingga kami tidak tahu berapa luas yang penduduk asli berhasil tanam, target 30 hektar berhasil di lampaui, dan kesemuanya mereka kerjakan dengan antusias.