Mohon tunggu...
Firdaus Cahyadi
Firdaus Cahyadi Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Konsultan Knowledge Management, Analisis Wacana, Menulis Cerita Perubahan dan Strategi Komunikasi. Kontak : firdaus(dot)cahyadi(at)gmail.com

Firdaus Cahyadi, penikmat kopi dan buku. Seorang penulis opini di media massa, konsultan Knowledge Management, Analisis Wacana di Media, Menulis Cerita Perubahan dan Strategi Komunikasi. Untuk layanan pelatihan dan konsultasi silahkan kontak : firdaus(dot)cahyadi(at)gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Nature

Krisis Iklim Telah Terjadi di 2021, akan Berlanjut di 2022?

4 Januari 2022   08:15 Diperbarui: 4 Januari 2022   08:19 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

 "Tahun 2021 adalah tahun bencana iklim bagi Indonesia," ungkap Sisilia Nurmala Dewi, Indonesia Team Leader 350.org, "Ini adalah lampu merah bagi Indonesia, tahun 2022, pemerintah harus lebih serius dalam melakukan aksi iklim."

Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan sepanjang tahun 2021 Indonesia mengalami sebanyak 2.841 kejadian bencana alam, yang didominasi oleh bencana hidrometeorologi. BNPB juga mencatat kejadian bencana di 2021 naik dibandingkan tahun 2020. Kejadian bencana naik 19,4% , dari 355 menjadi 424 kejadian bencana. Jumlah pengungsi dan terdampak bencana pun naik 153 %, dari 265.913 menjadi 672.736 orang.

Korban dari bencana iklim diperkirakan akan terus meningkat seiring kenaikan suhu bumi. Menurut Budi Haryanto, Epidemiologis Universitas Indonesia, pada 2030-2050, krisis iklim akan menyebabkan tambahan kematian per tahun sebanyak juta orang akibat malnutrisi (kekurangan nutrisi), malaria, stres akibat gelombang panas.

Sementara itu, aksi iklim Indonesia masuk dalam kategori "highly insufficient" atau sangat tidak memadai dalam mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK), penyebab krisis iklim. Salah satu bentuk tidak memadainya aksi iklim pemerintah itu adalah pendanaan bank-bank BUMN, seperti BNI, ke proyek energi kotor batu bara.

Padahal, menurutnya, dalam Sustainability Report tahun 2020, BNI sudah berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. "Kenyataannya BNI masih mendanai batu bara," ungkap Sisilia Nurmala Dewi, "Ini tentu mengecewakan kita semua. Tak heran kemudian komunitas anak-anak muda di kampus mulai melayangkan petisi ke Direktur BNI untuk mendesak bank itu menghentikan pendanaan ke batubara." Petisi bertajuk, 'Dirut BNI: Stop Danai Batu Bara, Alihkan Uang Kami dari Perusak Masa Depan!', tersebut dapat dilihat di sini.

Menurut Sisilia Nurmala Dewi, Indonesia Team Leader 350.org, gerakan anak-anak muda mendesak BNI menghentikan pendanaan batu bara layak mendapatkan dukungan. "Kedepan trend pendanaan bank-bank di dunia sudah mulai mengarah ke energi terbarukan," ungkapnya, "Jika BNI masih mempertahankan pendanaan ke energi batu bara, bank itu akan ditinggalkan bukan hanya oleh nasabahnya di Indonesia namun juga pasar internasional."

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun