Mohon tunggu...
Firdaus Cahyadi
Firdaus Cahyadi Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Konsultan Knowledge Management, Analisis Wacana, Menulis Cerita Perubahan dan Strategi Komunikasi. Kontak : firdaus(dot)cahyadi(at)gmail.com

Firdaus Cahyadi, penikmat kopi dan buku. Seorang penulis opini di media massa, konsultan Knowledge Management, Analisis Wacana di Media, Menulis Cerita Perubahan dan Strategi Komunikasi. Untuk layanan pelatihan dan konsultasi silahkan kontak : firdaus(dot)cahyadi(at)gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Nature

Krisis Iklim Makin Gawat, Pengusaha Batubara Justru Tolak Pajak Karbon

27 Agustus 2021   16:21 Diperbarui: 27 Agustus 2021   17:18 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meskipun Panel Antar-pemerintah tentang Perubahan Iklim (Intergovernmental Panel Climate Change/IPCC) di bawah PBB telah mengeluarkan laporan bahwa pemanasan bumi terjadi lebih cepat dari perkiraan, tapi tak menyurutkan langkah pengusaha batu bara untuk melemahkan upaya mitigas Gas Rumah Kaca (GRK) penyebab perubahan iklim.  Mitigasi perubahan iklim merupakan suatu usaha untuk mengurangi resiko terhadap peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) penyebab perubahan iklim.

Bagaimana tidak, beberapa waktu yang lalu, Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) menolak wacana pemerintah yang ingin memberlakukan pajak karbon dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan dan Tata Cara Umum Perpajakan (KUP). Penolakan ini, jelas bisa menghambat upaya mitigasi perubahan iklim.

Padahal, menurut data inventori GRK Kementerian ESDM, menunjukkan di tahun 2015 PLTU batubara menyumbang emisi sebesar 122.5 juta ton CO2e atau 70% dari seluruh emisi pembangkit listrik. Penolakan perusahaan batubara atas pajak karbon ini akan membuat perubahan iklim makin memburuk. 

Kita, sebagai masyarakat yang cepat atau lambat akan menjadi korban dari bencana krisis iklim ini, benar-benar tidak bisa berharap pada niat baik pengusaha batu bara untuk mengurangi emsisi GRK penyebab perubahan iklim.  Mereka benar-benar tidak bisa diharapkan. Lantas sektor apalagi yang bisa diharapkan dapat mengurangi GRK, penyebab krisis iklim?

Sektor perbankan. Ya, sektor itu ibarat jantung pada tubuh manusia, yang menyuplai darah ke seluruh organ tubuh. Di dunia ekonomi, fungsi itu dijalankan sektor perbankan. Jika sektor perbankan mulai menghentikan pendanaan ke proyek-proyek energi kotor batu bara, mau tidak mau perusahaan batu bara akan menghentikan produksinya. Jika itu terjadi, maka emisi GRK akan turun drastis dan bencana-bencana ekologi akibat krisis iklim pun dapat dihindari.

Sayangnya, saat ini bank-bank BUMN, termasuk BNI, masih menggelontorkan pendanaannya ke proyek-proyek batubara. Laporan lembaga Urgewald, menunjukkan BNI adalah satu diantara 6  bank Indonesia pemberi pinjaman ke perusahaan batu bara selama 2018 - 2020. 

"Ironis, BNI yang katanya memiliki produk yang sesuai untuk anak muda, justru membunuh masa depan anak muda," ungkap Koordinator Indonesia Team Leader 350.org Sisilia Nurmala Dewi dalam siaran persnya di pertengahan Agustus lalu, "Untuk itu, tidak bisa tidak, BNI harus segera menghentikan pendanaan untuk proyek batubara."

"Jika proyek-proyek batubara ini terus didanai oleh perbankan, bencana ekologi akan lebih sering terjadi dengan durasi yang lebih lama dan intensitas lebih tinggi," tegasnya, "Situasi ini akan makin buruk jika tidak ada aksi sekarang."

Di tengah perubahan iklim yang semakin gawat ini, kita sebagai bagian dari warga negara tentu tidak bisa tinggal diam. Kita bisa menggunakan kekuatan kita sebagai konsumen dari produk perbankan untuk mendesak sektor perbankan itu menghentikan pendanaan bagi proyek-proyek batubara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun