Lantas, pertanyaan berikutnya adalah benarkah para perusuh di saat demonstrasi menolak UU Cipta Kerja itu memahami bahwa aksi demonstrasi mereka itu bagian dari perlawanan terhadap kapitalisme? Atau para perusuh itu hanya sekedar ikut-ikutan demonstrasi menolak UU Cipta Kerja hanya sekedar untuk gagah-gagahan dan viral di media sosial?Â
Demonstrasi menentang UU Cipta Kerja boleh. Tidak membaca teks UU Cipta Kerja pun boleh, karena memang masih simpang siur teksnya. Namun bila kemudian membakar infrastruktur transportasi massal dalam demonstrasi menentang UU Cipta Kerja itu namanya bebal.Â
Dalam beberapa hari kedepan demonstrasi menentang pengesahan UU Cipta Kerja masih akan terjadi. Pertanyaannya, akankah demonstrasi-demonstrasi lanjutan itu akan  menyisakan lagi jejak kelam, kembali mengistirahatkan akal sehat, dengan membakar fasilitas-fasilitas publik lainnya? Cukup sudah kebodohan itu dipertontonkan saat menghancurkan halte bus Transjakarta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H