Mohon tunggu...
Firdaus Cahyadi
Firdaus Cahyadi Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Konsultan Knowledge Management, Analisis Wacana, Menulis Cerita Perubahan dan Strategi Komunikasi. Kontak : firdaus(dot)cahyadi(at)gmail.com

Firdaus Cahyadi, penikmat kopi dan buku. Seorang penulis opini di media massa, konsultan Knowledge Management, Analisis Wacana di Media, Menulis Cerita Perubahan dan Strategi Komunikasi. Untuk layanan pelatihan dan konsultasi silahkan kontak : firdaus(dot)cahyadi(at)gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Cerdas Membaca Media Massa di Masa Pandemi

11 Mei 2020   11:43 Diperbarui: 11 Mei 2020   11:55 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak ada masyarakat, utamanya dari kelas menengah bawah dan yang rentan terkena dampak ekonomi dari wabah Covid-19 ini yang dijadikan narasumber. Narasumber dalam berita itu adalah seorang pengamat ekonomi. Sayangnya, narasumber dalam berita itu tidak pernah sama sekali mengungkap kepanikan masyarakat.

Lantas, darimana kalimat masyarakat mulai panik seperti yang ada di judul berita? Dalam hal ini jelas jurnalis yang menulis berita itu telah memasukan opini pribadinya.

Di waktu yang hampir bersamaan, media online lainnya yang juga merupakan media arus utama menurunkan berita dengan judul, 'Kasus Corona di China Naik Lagi, Pasar Bakal Panik?' Seperti media online sebelumnya, di dalam isi berita itu sama sekali tidak menggambarkan atau memberikan tanda-tanda pasar bakal panik karena kasus Corona di China yang dikabarkan naik itu. Narasumber yang diwawancari dalam berita itu tidak mengungkapkan itu. Lantas, kenapa di judul ditulis pasar bakal panik?

Hanya berselang beberapa hari setelahnya, media yang sama juga menuliskan berita dengan judul, 'Perbanyak Doa, Pemerintah Pilih Acak yang Bisa Ikut Prakerja'. Sama seperti berita sebelumnya, dalam isi berita juga tidak ada narasumber yang mengatakan atau menganjurkan untuk memperbanyak doa, seperti yang ditulis dalam judul. Lantas, atas dasar apa jurnalis menulis judul agar memperbanyak doa?

Bukan hanya pemberitaan di Bulan April, di bulan sebelumnya, sebuah media online terkemuka misalnya, muncul berita yang berjudul, 'Mencekam, Hampir 200 Tentara Korea Utara Tewas Akibat Serangan Virus Corona'. Meninggal dunianya 200 tentara Korea Utara akibat virus Covid-19 mungkin sebuah fakta, namun bagaimana dengan kata mencekam dalam judul berita itu?

Parahnya, setelah membaca seluruh isi berita dengan judul tersebut di atas tidak ada satupun narasumber yang relevan mengungkapkan suasana mencekam dari kejadian meninggal dunianya 200 tentara Korea Utara itu. Jadi, kata mencekam dalam judul berita itu menurut siapa?

Selama media-media massa masih memelihara ketakutan publik terhadap Covid-19, selama itu pula negeri ini tidak akan bisa keluar dari pandemi yang berujung pada peningkatan jumlah warga miskin itu. 

Untuk itu, agar kita bisa segera hidup normal, langkah pertama dan utamanya adalah mulai cerdas membaca berita di media massa. Kecerdasan itu akan membawa kita untuk bersikap kritis terhadap media massa yang terus memelihara rasa takut publik. Kita bisa melewati pandemi ini bila media massa berhenti memelihara ketakutan publik dan kembali menjadi pilar demokrasi ke-4, bukan pilar industri farmasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun