Sebuah penelitian Transformasi untuk Keadilan (TUK) Indonesia mengungkapkan bahwa 25 grup usaha kelapa sawit juga telah mengontrol 3,1 juta hektare lahan kebun kelapa sawit di Indonesia. Sementara, 62 persen lahan kelapa sawit yang dikendalikan 25 grup bisnis tersebut berada di Kalimantan. Apa ini artinya? Artinya, segala kepentingan ekonomi dalam perkebunan yang diklaim sebagai kepentingan nasional itu sejatinya adalah kepentingan 25 group bisnis itu.Â
Berapa kekayaan segelintir orang kaya penguasa jutaan hektar lahan sawit itu? Masih menurut penelitian TUK Indonesia, total kekayaan 29 pemilik modal di 25 group perusahaan sawit itu, diperkirakan US$69,1 miliar. Jika dibandingkan dengan produk domestik bruto (PDB) 2012, sebesar US$878 miliar, Â jelas para taipan ini mengontrol kekayaan begitu besar. Kala dibandingkan dengan APBN Indonesia 2014, sebesar Rp1.800 triliun, kekayaan segelintir orang ini setara 45% APBN! (Berita mengenai penelitian TUK Indonesia, dapat dilihat di sini)
Fakta ini jelas membuat klaim narasi nasionalisme dengan sendirinya gugur. Justru klaim nasionalisme yang digunakan untuk melawan penyelamatan lingkungan sejatinya adalah topeng untuk menyembunyikan kepentingan 25 group bisnis yang mengendalikan jutaan hektar lahan sawit itu. Ketidakadilan penguasaan lahan ini justru akan menjadi bom waktu bagi eksistensi nasional.
Jadi kalau para pembela sawit, mengatakan menyelamatkan sawit adalah menyelamatkan ekonomi nasional, itu keliru. Menyelamatkan sawit ya menyematkan ekonomi dari 29 orang super kaya, pemilik modal di 25 group bisnis sawit. Nah, masih yakin dengan #SawitBaik? Kalau aku sih kagak ya...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H