Mohon tunggu...
Firdaus Cahyadi
Firdaus Cahyadi Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Konsultan Knowledge Management, Analisis Wacana, Menulis Cerita Perubahan dan Strategi Komunikasi. Kontak : firdaus(dot)cahyadi(at)gmail.com

Firdaus Cahyadi, penikmat kopi dan buku. Seorang penulis opini di media massa, konsultan Knowledge Management, Analisis Wacana di Media, Menulis Cerita Perubahan dan Strategi Komunikasi. Untuk layanan pelatihan dan konsultasi silahkan kontak : firdaus(dot)cahyadi(at)gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Regenerasi Kaum Tani Adalah Persoalan Politik

8 Mei 2019   09:17 Diperbarui: 8 Mei 2019   10:06 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa artinya? Artinya, profesi menjadi petani mulai dijauhi bahkan oleh anak-anak petani sendiri. Regenerasi petani pun terhenti. Ini tentu tidak bisa dibiarkan terus berlangsung. 

Negara harus hadir bila tak ingin kedaulatan pangannya terancam. Dalam konteks inilah kemudian regenerasi petani menjadi sebuah persoalan politik. Perlu political will (kemauan politik) dari Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) untuk mencegah hancurnya regenerasi kaum tani. 

Political will dari pemerintah itu dapat dilakukan dengan kebijakan-kebijakan yang meyanyasar kesejahteraan kaum tani. Kebijakan yang utama dan pertama harus dilakukan sebagai wujud dari political will itu adalah dengan reforma agraria. Bukan sebuah rahasia lagi bahwa ada ketimpangan penguasaan lahan di negeri ini. 

Segelintir orang menguasai ratusan ribu hektar lahan, sementara ratusan juta kaum tani tak punya lahan untuk bertani. Isu ketimpangan lahan ini juga pernah mengemuka pada debat capres di pilpres 2019 ini. 

Ketimpangan penguasaan lahan ini harus dikoreksi secara serius oleh pemerintah. Program bagi-bagi sertifikat saja, seperti yang terjadi pada periode pertama pemerintahan Presiden Jokowi, tidaklah cukup. 

Redistribusi aset lahan harus mulai dilakukan. Ini perlu sebuah kemauan politik dari pemerintah. Presiden Jokowi, yang dalam kampanye presiden lalu, mengklaim tidak punya beban masa lalu memiliki modal yang kuat untuk segera malakukan reforma agraria secara tuntas di periode keduanya.

Seiiring dengan penuntasan reforma agraria, pemerintah harus segera menghentikan segala bentuk alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian. 

Bukan hanya itu, pemerintah harus segera menghentikan ijin proyek-proyek pemerintah dan swasta yang berpotensi merusak alamyang berujung pada penyingkiran kaum tani dari sumber-sumber kehidupannya. Cukup sudah penyingkiran kaum tani dari sumber-sumber kehidupannya. Kasus penyingkiran petani Kendeng dan juga Kulon Progo tidak boleh terulang lagi di kawasan lain di Indonesia.

Jika pemerintah serius menjaga regenerasi kaum tani, tentu akan berani melakukan dua hal mendasar itu, reforma agraria dan menghentikan penyingkiran kaum tani dari sumber-sumber kehidupannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun