Mohon tunggu...
Firdaus Cahyadi
Firdaus Cahyadi Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Konsultan Knowledge Management, Analisis Wacana, Menulis Cerita Perubahan dan Strategi Komunikasi. Kontak : firdaus(dot)cahyadi(at)gmail.com

Firdaus Cahyadi, penikmat kopi dan buku. Seorang penulis opini di media massa, konsultan Knowledge Management, Analisis Wacana di Media, Menulis Cerita Perubahan dan Strategi Komunikasi. Untuk layanan pelatihan dan konsultasi silahkan kontak : firdaus(dot)cahyadi(at)gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Meluruskan Seruan Jihad Harta Neno Warisman

20 Desember 2018   09:41 Diperbarui: 20 Desember 2018   14:12 2255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perempuan itu bernama Neno Warisman. Dulu perempuan itu adalah salah satu artis ibukota.Sebagian orang menyebutnya ia seorang ustadzah. Namun faktanya, kini Neno Warisman adalah  Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) pasangan Prabowo Subianto - Sandiaga Uno. 

 Beberapa waktu yang lalu, seperti ditulis beberapa media online, ia menegaskan, Prabowo - Sandiaga memerlukan banyak uang untuk bisa memenangkan kontestasi.  Bahkan sumbangan untuk paslon Prabowo-Sandi dilabeli dengan jihad harta (segitunya ya). 

"Sampai kau keluarkan hartamu, makanya kita semua apa yang kita punya keluarkan, karena di situlah jihad itu," ujarnya seperti ditulis news.solopos, "Sekarang ayo yang punya mobil, jual mobilnya bagi sini uangnya. Yang punya emas bagi sini emasnya ya. Bahasanya seperti itu."

Benarkah menyumbangkan harta untuk kampanye pasangan Prabowo-Sandi adalah jihad menurut agama Islam? Marilah kita kupas satu persatu. Pertama, kita akan melihat terlebih dahulu apa itu jihad? 

Jihad adalah kesungguhan hati untuk mengerahkan segala kemampuan untuk membumikan nilai-nilai Islam dalam kehidupan (Dede Rodin, ISLAM DAN RADIKALISME: Telaah atas Ayat-ayat "Kekerasan" dalam al-Qur'an, ADDIN, Vol. 10, No. 1, Februari 2016).

Jika definisi jihad seperti tersebut di atas, kedua, kita akan bertanya, benarkah apa yang sedang diperjuangkan pasangan Prabowo-Sandiaga jika menang pilpres 2019 adalah memperjuangkan nilai-nilai Islam di masayarakat? 

Untuk menjawabnya, mari kita kupas lagi dengan seksama. Marilah kita cermati pernyataan orang-orang di lingkar Prabowo-Sandiaga. 

Seperti ditulis tempo.co, Ketua Dewan Pertimbangan Partai Berkarya yang juga anggota Dewan Pengarah Tim Pemenangan Nasional Prabowo-Sandiaga Uno,  Titiek Soeharto berjanji bila pasangan Calon Presiden Prabowo Subianto dan wakilnya, Sandiaga Uno memenangi pemilihan presiden tahun depan, RI akan kembali seperti zaman Soeharto. Nah, apakah di era Soeharto itu nilai-nilai Islam ditegakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara?

Di era Soeharto atau Orde Baru adalah masa kegelapan bagi sejarah bangsa ini. Saat itu, begitu mudah seseorang dipenjarakan, bahkan dibunuh tanpa proses pengadilan. 

Pelanggaran hak asasi manusia menjadi pilar dari rejim yang berkuasa 32 tahun itu.  Bukan hanya itu, di era itu, korupsi begitu merajalela. Kegelapan itulah yang kemudian disingkap di tahun 1998 dengan gerakan mahasiswa yang memaksa Soeharto turun dari singasana yang telah didudukinya selama 32 tahun. 

Nah, apakah model pembangunan seperti era Orde Baru, yang ingin dikembalikan bila Prabowo-Sandiaga Uno memenangi pilpres 2019, itu adalah model penerapan nilai-nilai Islam? Jelas tidak. Dari sinilah mulai terkuak bahwa seruan jihad harta Neno Warisman kehilangan relevansinya.

Tapi bukankah kampanye pilpres membutuhkan uang banyak, tidak salah dong kalau melakukan public fundraising? Benar. Tapi menjadi salah bila kemudian public fundraising untuk biaya kampanye itu diberikan label jihad harta. 

Jihad dalam Islam memiliki posisi yang agung, tidak sepentasnya digunakan untuk label dari kegiatan public fundraising bagi kepentingan ekonomi-politik segelintir orang yang belum tentu memperjuangkan nilai-nilai Islam yang universal.

Sejenak kita tinggalkan label jihad Neno Warisman dalam public fundraising untuk Prabowo. Marilah kita fokus pada persoalan public fundrasing. Sah-sah aja melakukan public fundraising untuk kepentingan politik, termasuk untuk biaya kampanye pilpres 2019. 

Namun, pertanyaannya kemudian adalah benarkah pasangan calon Prabowo-Sandi membutuhkan uang dari publik? Pertanyaan itu muncul karena Prabowo dan Sandiaga Uno adalah orang super kaya. Bahkan mungkin, mereka berdua, mungkin masuk dalam 1% penduduk Indonesia yang kaya raya.

Seperti ditulis kompas.com,  Prabowo Subianto, memiliki total kekayaan sebesar Rp 1.952.013.493.659. Sementara calon wakil presiden pendamping Prabowo, Sandiaga Uno, total kekayaannya mencapai Rp 5.099.960.524.965. 

Kekayaannya mencakup pada harta berupa tanah dan bangunan, alat transportasi dan mesin, harta bergerak lainnya, surat berharga, kas dan setara kas dan harta lainnya. Bandingkan kekayaan itu dengan pengeluaran warga miskin di Indonesia per bulannya yang hanya Rp. 400.000-an (Data BPS). Sangat jomplang bukan.

Nah, bagaimana mungkin kita, publik yang kekayaannya tidak ada apa-apanya dibandingkan kekayaan pasangan calon Prabowo-Sandiaga, menyumbangkan harta kita untuk kampanye pilpres mereka? 

Jika itu terjadi namanya bukan jihad harta tapi penghisapan sumberdaya ekonomi publik untuk kepentingan politik segelintir orang kaya. Sebuah ketidakadilan yang ditampakan secara nyaris telanjang. 

Semoga mbak Neno Warisman segera sadar bahwa seruan jihad harta untuk menyumbang dua orang super kaya guna membiayai kampanye pilpres mereka itu menyesatkan dan cenderung tidak mencerdaskan publik secara politik. Marilah kita tetap menggunakan akal sehat kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun