Apa salahnya menjadi tukang ojek? Apakah mereka yang menjadi teknisi, pilot dan pengusaha lebih mulia daripada tukang ojek?
Sederet pertanyaan itu muncul ketika membaca pernyataan capres Prabowo Subianto di sebuah hotel di Jakarta beberapa waktu yang lalu. Capres Prabowo mengaku sedih pemuda Indonesia lulus SMA jadi tukang ojek. Ada yang salah dengan dengan menjadi tukang ojek, Pak?
Sebagai capres, seorang Prabowo tidak seharusnya berkata demikian. Tukang ojek, baik ojek pangkalan maupun online, adalah pekerjaan yang halal. Dengan menjadi tukang ojek, bisa jadi seorang ayah atau ibu bisa membiayai anaknya sekolah hingga jenjang perguruan tinggi. Jadi, apakah seorang itu pengusaha, pemilik restoran, cafe, teknisi atau tukang ojek adalah sebuah pekerjaan yang mulia selama uang yang didapatkanya adalah uang halal.
Bahkan, seorang tukang ojek yang jujur lebih mulia daripada seorang pelanggar HAM (Hak Asasi Manusia). Siapa pelanggar HAM itu? Pelanggar HAM bisa saja mereka yang menjadi aparat keamanan dan militer yang mengabdi pada rejim yang korup dengan cara menculik, memenjarakan dan membunuh warga negara tanpa proses pengadilan.Â
Semuanya ditujukan untuk membungkam suara warga agar dusta rejim korup tetap berjaya. Apakah itu pernah terjadi di Indonesia? Silahkan buka sendiri lembaran-lembaran sejarah kelam Indonesia selama Orde Baru berkuasa.Â
Ada kasus pelanggaran HAM pembantaian massal 1965, Tanjung Priok, Talangsari hingga penculikan aktivis di tahun 1997-1998. Bahkan hingga kini masih ada 13 aktivis yang diculik dan belum kembali hingga kini. Apakah para pelanggar HAM itu lebih mulia daripada tukang ojek? Tidak. Mereka tidak lebih mulia daripada tukang ojek.
Apakah hanya aparat keamanan dan militer yang melanggar HAM? Tidak, para pejabat sipil yang korup juga bagian dari mereka. Korupsi yang mereka lakukan membuat anak-anak miskin tidak bisa sekolah, mendapatkan air bersih, berobat ke dokter bila sakit dan menjadikan warga miskin tetap miskin.Â
Apakah pelanggar HAM jenis ini ada di Indonesia? Banyak. Tidak percaya? Simak saja data ICW yang mengungkapkan bahwa pada semester I 2018, penegak hukum melakukan penindakan 139 kasus korupsi dengan 351 orang ditetapkan sebagai tersangka.Â
Sementara kerugian negara yang timbul dari kasus korupsi pada semester I 2018 sebesar Rp1,09 triliun dan nilai suap Rp42,1 miliar. Bayangkan bila dana yang dikorupsi itu digunakan untuk membangun sekolah atau subsidi kesehatan bagi warga miskin. Apakah para koruptor itu lebih mulia daripada tukang ojek? Tidak.
Bukan hanya pejabat sipil dan militer yang termasuk dalam kategori pelanggar HAM. Pengusaha yang praktik bisnis perusahaannya menindas kaum buruh dan merusak lingkungan hidup adalah bagian dari mereka.Â
Pada awal tahun lalu, Komisaris Tinggi HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Zeid Ra'ad Al Hussein, menilai praktik bisnis industri ekstraktif Indonesia seperti perkebunan dan pertambangan sarat akan pelanggaran HAM. Lantas, apakah mereka lebih mulia daripada tukang ojek? Tidak.