Saatnya masyarkaat siap untuk selamat, jika ada pertambangan di lokasi padat huni. Mereka harus mengantisipasi adanya perbedaan pandangan para ahli terkait penyebab bencana ekologi tersebut.
Pendapat para ahli yang dipakai sebagai landasan bagi kebijakan penyelesaian kasus bencana ekologi tersebut akan berdampak pada sejauh mana hak-hak masyarakat yang hilang dimasukan dalam perhitungan ganti rugi.
Ironisnya, di saat bencana ekologi semburan lumpur Lapindo di Sidoarjo memasuki tahun ke-12, PT Lapindo Brantas justru akan melakukan  eksporasi lapangan gas di Metro Jombang.
Alasannya, karena sumur-sumur eksisting di Wunut dan Tanggulangin, Sidoarjo tidak memungkinkan untuk pengeboran sumur baru. Dari sumur di kawasan itu, potensi produksi diperkirakan sekitar 2-3 mmscfd (Million Standard Cubic Feet per Day) per hari.
Warga dan Pemda Jombang harus mulai serius menarik pelajaran dari bencana ekologi semburan lumpur di Sidoarjo. Bukan tidak mungkin bencana ekologi di Sidoarjo 12 tahun yang lalu terulang kembali di Jombang.
Keselamatan rakyat harus lebih diutamkan daripada ilusi tentang angka-angka pertumbuhan ekonomi daerah dari sektor pertambangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H