Area yang terkena dampak lumpur Lapindo di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, terlihat dari udara, Kamis (5/3/2015). (KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO)
Pak Presiden Jokowi, tentu Bapak sudah mendengar Lapindo akan mengebor lagi di Sidoarjo. Pak Jokowi, tentu Anda mendengar penolakan warga setempat, pakar geologi, dan juga para penggiat lingkungan hidup terhadap rencana pengeboran baru Lapindo itu.
Bagaimana pendapat Bapak Jokowi sebagai presiden Indonesia?
Pak Jokowi, sudahlah biarkan saja Lapindo mengebor lagi di Sidoarjo. Abaikan saja potensi terulangnya kembali semburan lumpur Lapindo sepuluh tahun silam. Toh, jika nanti tragedi ekologi itu terulang, sebagai presiden, Anda tinggal mengatakan bahwa semburan lumpur itu adalah bencana alam, bukan karena pengeboran. Setelah itu, tinggal ambil lagi uang dari pajak rakyat di APBN untuk membeli rumah dan tanah yang tenggelam akibat semburan lumpur, seperti yang pernah dilakukan pemerintah sebelumnya.
Yang penting kan pertumbuhan ekonomi, meskipun itu hanya dinikmati oleh segelintir orang yang memang sudah kaya dan tidak pernah dinikmati oleh mayoritas rakyat banyak yang memilih Anda sebagai presiden pada 2014 silam.
Lantas bagaimana dengan rehabilitasi lingkungan hidup jika pengeboran baru Lapindo mengulang lagi kejadian di tahun 2006?
Gampang Pak Jokowi, masyarakat kita itu mudah lupa. Setelah rumah dan tanah mereka dibeli, tuntutan untuk rehabilitasi ekologi itu akan berhenti dengan sendirinya, meskipun itu berarti mereka harus terpaksa menghirup udara beracun dan menggunakan air yang tercemar setiap harinya.
Lantas bagaimana caranya agar masyarakat menerima pengeboran baru Lapindo itu?
Gampang Pak. Kerahkan saja para pakar dari berbagai disiplin ilmu. Suruh mereka melakukan kajian yang kesimpulannya bahwa pengeboran baru Lapindo itu aman. Bungkam suara masyarakat dengan hegomoni teori-teori ilmiah yang susah dimengerti mereka.
Lantas, apakah itu tidak mengkhianati warga Sidoarjo yang Pak Jokowi datangi pada kampanye pilpres 2014 lalu?
Tenang aja, Pak Jokowi, jangan sok romantis deh. Masyarakat kita sudah terbiasa dikhianati. Mereka akan tahu bahwa mereka hanya dianggap penting oleh elite politik hanya sekali dalam 5 tahun. Mereka akan maklum bila setelah menjadi Presiden, Pak Jokowi akan melupakan mereka. Bapak perlu meniru sikap Bupati Sidoarjo Saiful Ilah yang tetap meminta Lapindo mengebor meskipun masyarakat tidak menginginkan pengeboran baru Lapindo itu (Baca Koran KOMPAS hari ini, 22 Januari 2016 hal 21).
Kalau menyetujui Lapindo mengebor lagi, bukankah nanti Presiden Jokowi akan dicap sebagai presiden yang tidak pro-rakyat?
Jangan sok ke-kiri-kirian, sok sosialis, sok marhenins atau sok Pancasilais deh Pak Jokowi. Itu sikap kekanak-kanakan. Lihatlah fakta yang ada di lapangan. Meskipun Indonesia secara formal berdasarkan Pancasila, tapi sebenarnya negeri ini adalah republik korporatokrasi. Sebuah republik yang dikendalikan korporasi dan mengabdi pada kepentingan mereka. Jika Anda lebih memilih berpihak kepada kepentingan rakyat dan mengabaikan kepentingan korporasi, tunggulah kejatuhan Anda dari kursi kekuasaan. Jadi jangan sekali-kali bertindak bodoh dengan menyatakan "Kami Berpihak kepada Rakyat, Kami Tidak Takut Melawan Kepentingan Korporasi". Jika itu berani Anda nyatakan, selangkah lagi Anda mungkin akan terusir dari istana negara.
Jadi masih tidak takut untuk menghalangi Lapindo mengebor lagi di Sidoarjo, Pak Jokowi?
Berpihaklah pada kepentingan korporasi, lupakan kepentingan rakyat. Itu prinsip yang harus Anda pegang teguh sebagai presiden di Republik Korporatokrasi Indonesia. Â
Ayo Pak Jokowi saatnya kerja... kerja... kerja dan kerja untuk kejayaan korporasi, bukan untuk keselamatan rakyat Indonesia.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H