Mohon tunggu...
Firdaus Cahyadi
Firdaus Cahyadi Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Konsultan Knowledge Management, Analisis Wacana, Menulis Cerita Perubahan dan Strategi Komunikasi. Kontak : firdaus(dot)cahyadi(at)gmail.com

Firdaus Cahyadi, penikmat kopi dan buku. Seorang penulis opini di media massa, konsultan Knowledge Management, Analisis Wacana di Media, Menulis Cerita Perubahan dan Strategi Komunikasi. Untuk layanan pelatihan dan konsultasi silahkan kontak : firdaus(dot)cahyadi(at)gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

UU ITE Bikin Internetan Gak Asyik Lagi...

19 November 2015   13:44 Diperbarui: 19 November 2015   13:44 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Inovasi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

Apa yang kita cari ketika kita membuka internet? Ada banyak. Yang jelas dengan internet kita bisa dengan mudah dan cepat mendapatkan informasi yang beragam. Informasi yang beragam ini bisa membantu kita untuk mengambil keputusan dengan baik. Bukan hanya itu, melalui internet kita juga bisa mendapatkan pengetahuan yang beranekaragam.

Hanya itu? Tidak.

Melalui internet kita juga dapat berbagi informasi dan pengetahuan ke orang lain. Melalui internet, kita dapat menginformasikan tentang kemacetan lalu lintas di jalan yang kita lewati. Informasi itu sangat penting bagi pengguna jalan yang lainnya. Melalui internet pula kita bisa menyampaikan keluhan atas layanan publik yang buruk, fasilitas umum yang rusak/tak terawat, pejabat publik yang korup. Bahkan dengan internet kita bisa menggalang dukungan melalui petisi terhadap kebijakan publik yang justru merugikan kepantingan masyarakat banyak dan hanya menguntungkan segelintir orang.

Namun, dengan munculnya UU ITE, khususnya keberadaan Pasal Karet Pencemaran Nama Baik, beselancar di internet menjadi tidak asyik lagi. Setiap waktu kita berpotensi masuk penjara karena keberadaan pasal karet pencemaran nama baik itu. Data dari SafeNet menyebutkan bahwa sejak diundangkan hingga kini, sudah ada 118 pengguna internet yang menjadi korban dari pasal karet pencemaran nama baik.

Korbannya pun beragam, dari ibu rumah tangga hingga aktivis anti-korupsi. Pola penggunaan pasal karet pencemaran nama baik di UU ITE pun juga beragam, dari balas dendam, barter kasus hingga pembungkaman terhadap kritik.

Bila di era Orde Baru kita dibungkam secara kasar maka melalui pasal karet pencemaran nama baik di UU ITE ini kita dibungkam secara santun dan berlahan. Efeknya sama, kita enggan bersuara.

Pemerintahan Presiden Jokowi, melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika, memang hendak merevisi UU ITE. Namun, pemerintah tidak menghapus pasal karet pencemaran nama baik itu dari UU ITE. Artinya, kita, pengguna internet masih berpotensi untuk dikriminalisasi jika kita bersuara kritis di internet. Aduh...

Kini, bola di tangan DPR. Beranikah DPR menghapus pasal karet pencemaran nama baik di UU ITE itu? Jika ga berani juga..ya internetan bakal gak asyik lagi... :(

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun