Mohon tunggu...
Firdaus Cahyadi
Firdaus Cahyadi Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Konsultan Knowledge Management, Analisis Wacana, Menulis Cerita Perubahan dan Strategi Komunikasi. Kontak : firdaus(dot)cahyadi(at)gmail.com

Firdaus Cahyadi, penikmat kopi dan buku. Seorang penulis opini di media massa, konsultan Knowledge Management, Analisis Wacana di Media, Menulis Cerita Perubahan dan Strategi Komunikasi. Untuk layanan pelatihan dan konsultasi silahkan kontak : firdaus(dot)cahyadi(at)gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Syiah Bukan Musuh NKRI

4 Agustus 2015   09:02 Diperbarui: 8 Juli 2017   15:23 583
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Minggu kemarin, saya baru saja melakukan perjalanan ke Jogja-Solo (Jawa Tengah)-Madiun (Jawa Timur). Dari Jogja ke Madiun saya naik kereta api. Hamparan sawah yang hijau begitu memanjakan mata saya. Pemandangan yang tak bisa saya nikmati bila berada di Jakarta atau Surabaya. Namun, alangkah kagetnya ketika saya melihat coretan di sebuah dinding dengan kalimat "SYIAH MUSUH NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia)". Coretan di dinding seperti itu saya temui kira-kira di daerah antara Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Coretan dengan kalimat yang sama juga saya temukan ketika saya berada di Solo, Jawa Tengah. Saya sendiri bukan penganut paham Syiah. Saya dibersarkan di lingkungan Muhammadiyah. Namun, saya jadi heran darimana logika hingga muncul ungkapan "SYIAH MUSUH NKRI"?

Saya merasa ada kesesatan berpikir bila mengatakan "SYIAH MUSUH NKRI". Mengapa demikian? Dalam sejarah NKRI, sepengetahuan saya, tidak ada rekam jejak SYIAH melakukan pemberontakan atau kudeta terhadap pemerintahan yang sah. Kelompok SYIAH di Indonesia juga tidak mengkampanyekan terbangunnya Khilafah yang akan menenggelamkan eksistensi NKRI. Kelompok SYIAH juga tidak memiliki rekam jejak, minimal hingga saat ini, dalam melakukan aksi terorisme tempat-tempat umum dan tempat ibadah agama lain. Lantas mengapa SYIAH dikatakan menjadi musuh NKRI? Mengapa bukan kelompok yang mengkampanyekan terbentuknya Khilafah yang dikatakan musuh NKRI? Mengapa bukan kelompok yang memiliki rekam jejak melakukan tindak terorisme di Indonesia yang dikatakan musuh NKRI?

Waktu berlalu. Namun saya belum menemukan jawaban dari pertanyaan yang mengganggu pikiran saya tentang kalimat "SYIAH MUSUH NKRI" tadi. Tidak ada yang kebetulan, semua dalam rencana Allah SWT. Saat berbelanja buku di sebuah toko buku Jogjakarta saya menemukan buku yang membahas tentang kekerasan budaya. Menurut saya ini adalah petunjuk Allah SWT agar saya memahami makna dibalik coretan di dinding "SYIAH MUSUH NKRI" tersebut.

Dalam buku yang saya temukan dan beli di sebuah toko buku di Jogjakarta menyebutkan adalah Johan Galtung, dalam esay yang berjudul, "Cultural Violence", mengatakan bagaimana seni, bahasa dan pengetahuan dapat meligitimasi (menganggap normal dan wajar), menjustifikasi (membenarkan) praktik kekerasan baik yang dilakukan secara langsung (fisik) maupun sturktural (sistem sosial).

Dari situ saya memahami bahwa tulisan "SYIAH MUSUH NKRI" memang tidak didasarkan oleh fakta bahkan tidak memerlukan fakta. Tulisan itu dibuat untuk melegitimasi dan menjustifikasi kekerasan fisik maupun struktural terhadap kelompok SYIAH di Indonesia. Dengan legitimasi dan justifikasi tersebut, maka seolah-olah kekerasan terhadap kelompok SYIAH di Indonesia menjadi benar dan wajar karena SYIAH musuh NKRI. Meskipun faktanya belum tentu benar dan memang sebuah kekerasan budaya tidak memerlukan sebuah fakta. Kekerasan budaya bertujuan agar pelaku kekerasan fisik dan struktural tidak merasa berdosa atas perbuatannya terhadap para korban.

Karena itulah, saya sengaja menuliskan artikel ini dengan judul "SYIAH BUKAN MUSUH NKRI". Akhirnya, saya mengajak kita semua untuk tidak mengistirahatkan akal sehat kita dalam menjalankan agama. Karena Agama diturunkan untuk orang-orang yang berakal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun