Mohon tunggu...
Firdaus Cahyadi
Firdaus Cahyadi Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Konsultan Knowledge Management, Analisis Wacana, Menulis Cerita Perubahan dan Strategi Komunikasi. Kontak : firdaus(dot)cahyadi(at)gmail.com

Firdaus Cahyadi, penikmat kopi dan buku. Seorang penulis opini di media massa, konsultan Knowledge Management, Analisis Wacana di Media, Menulis Cerita Perubahan dan Strategi Komunikasi. Untuk layanan pelatihan dan konsultasi silahkan kontak : firdaus(dot)cahyadi(at)gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Nature

Harapan untuk Wamen ESDM Rudi Rubiandini

15 Juni 2012   05:46 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:58 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini (15 juni 2012) tulisan saya dimuat di kolom opini Koran TEMPO. Tulisan itu terkait dengan DR. Rudi Rubiandini, seorang ilmuwan geologi yang sekarang menjabat Wakil Menteri (Wamen) Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM). Tulisan saya di Koran TEMPO itu berjudul, "Jangan Lupakan Kasus Lapindo, Pak Rudi" Berikut selengkapnya tulisan saya yang dimuat di Koran TEMPO tersebut. Semoga tulisan ini sampai di meja Pak Rudi Rubiandini. Akhirnya, DR. Ir. Rudi Rubiandini resmi menjadi Wakil Menteri (Wamen) Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM).  Jabatan baru itu membuktikan bahwa kapasitas seorang Rudi Rubiandini dalam persoalan energi dan sumberdaya mineral tidak terbantahkan. Pak Rudi, begitu ia akrab dipanggil, selain dikenal sebagai pakar di bidang perminyakan juga dikenal pernah menjadi saksi ahli Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) saat menggugat Lapindo dalam persoalan semburan lumpur di Sidoarjo. Dan Pak Rudi adalah salah satu ilmuwan Indonesia yang meyakini bahwa semburan lumpur di Sidoarjo bukanlah akibat bencana alam namun akibat pengeboran. “Semburan lumpur panas di Sidoarjo cenderung dibiarkan,” tulis Pak Rudi dalam sebuah kolom di sebuah media massa nasional, tahun 2010, sebelum menjabat sebagai Wamen ESDM, “Kita menyerah dan menganggap sebagai fenomena alam, seperti putusan Mahkamah Agung bahwa lumpur Lapindo adalah bencana alam”. Dengan tegas di berbagai kesempatan, Pak Rudi mengatakan bahwa semburan lumpur Lapindo murni human error (kesalahan manusia) bukan bencana alam. Berdasarkan keyakinan itulah, Pak Rudi yakin semburan lumpur Lapindo dapat dihentikan. Dalam kasus Lapindo, keyakinan ilmiah Pak Rudi, jelas bertolak belakang dengan keyakinan pemerintah. Hingga kini pemerintah meyakini bahwa semburan lumpur Lapindo adalah bencana alam bukan karena kesalahan pengeboran. Akibat dari keyakinan itu trilyunan rupiah uang rakyat di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) digelontorkan untuk penanganan kasus Lapindo. Sejak tahun 2007 hingga 2012, sekitar Rp.6,2 trilyun uang rakyat di APBN digelontorkan untuk penanganan kasus semburan lumpur Lapindo. Bahkan uang rakyat di APBN yang dipakai untuk menangani kasus Lapindo ini akan terus membengkak. Sinyal akan bertambahnya uang rakyat di APBN yang akan digelontorkan untuk penanganan kasus Lapindo diungkapkan oleh Menteri Kuangan Agus Martowardoyo. Seperti ditulis oleh Koran TEMPO (5/6), Menteri Kuangan menyatakan bahwa kemungkinan akan ada anggaran tambahan untuk penanganan kasus Lapindo. Keyakinan pemerintah bahwa semburan lumpur Lapindo adalah bencana alam bukan saja berdampak pada dipakainya uang rakyat di APBN. Keyakinan pemerintah itu juga berdampak terhadap model penyelesaian kasus Lapindo yang sangat merugikan korban lumpur. Karena semburan lumpur Lapindo diyakini sebagai bencana alam maka model penyelesaiannya pun tidak menggunakan mekanisme ganti rugi namun jual beli aset tanah dan rumah korban lumpur. Karena mekanisme penyelesaiannya jual beli maka, yang diperhitungkan hanyalah luasan tanah dan rumah. Persoalan kesehatan, kehancuran lingkungan hidup dan meningkatnya anak putus sekolah akibat semburan lumpur tidak akan diperhitungkan. Artinya, terkait dampak semburan lumpur, korban lumpur Lapindo diminta menanggung sendiri akibat buruk yang menimpa diri dan keluarganya di luar persoalan rumah dan tanah. Bukan berhenti sampai di situ, dengan menggunakan mekanisme jual beli aset, maka kasus Lapindo akan dianggap selesai seiring dengan selesainya perosalan jual beli aset. Dan itu artinya, bukan lagi sebuah persoalan bila Lapindo ingin melakukan pengeboran migas (minyak dan gas) kembali di Sidoarjo. Selama lebih dari enam tahun ini kasus Lapindo ini penuh dengan ketidakjelasan dalam penyelesaiannya. Satu-satunya cara untuk mengakhiri salah urus penyelesaian kasus Lapindo, termasuk dipakainya uang rakyat di APBN, adalah dengan membongkar keyakinan pemerintah bahwa semburan lumpur Lapindo adalah bencana alam. Dengan membongkar keyakinan itu maka kasus Lapindo dapat dibuka lagi. Dan jika itu terjadi maka besar kemungkinan salah urus kasus Lapindo dapat segera diakhiri. Kehadiran Pak Rudi sebagai Wamen ESDM tentu menimbulkan harapan baru untuk mengakhiri dagelan dari penyelesaian kasus Lapindo selama ini. Hal yang harus dilakukan oleh Pak Rudi adalah mengusulkan kepada pemerintah untuk mengevaluasi secara menyeluruh model penyelesaian kasus Lapindo. Tentu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak akan keberatan, karena itu merupakan janjinya saat kampanye pemilihan presiden tahun 2009 silam. Sebagai seorang ilmuwan, tugas berat Pak Rudi sekarang adalah menolong pemerintah untuk membongkar keyakinannya bahwa semburan lumpur Lapindo disebabkan oleh bencana alam. Ini sebuah pekerjaan yang berat, karena keyakinan itu seperti dilindungi oleh kekuatan yang cukup besar agar tidak diusik. Sebagai seoran ilmuwan yang tahu kejadian sebenarnya tentang kasus Lapindo, suka atau tidak suka, tugas berat untuk membongkar keyakinan pemerintah terhadap kasus Lapindo harus dilakukan oleh Pak Rudi. Itu adalah kewajiban moral keilmuan dan kemuanusiaan seorang Rudi Rubiandini. Namun, tiba-tiba di sebuah portal berita KBR 68H, Pak Rudi tidak memasukan penyelesaian kasus Lapindo ini dalam prioritas kerjanya. Beliau memprioritaskan pembangunan infrastruktur energi pada program kerjanya. Tiba-tiba Pak Rudi seperti seseorang yang tidak pernah bersentuhan sama sekali dengan kasus Lapindo. Apakah Pak Rudi telah ‘masuk angin’? Atau ada kekuatan politik atau ekonomi yang membuat Pak Rudi seperti melupakan kasus Lapindo? Tidak ada yang bisa menjawabnya. Mungkin hanya Tuhan dan Pak Rudi yang tahu mengapa penyelesaian kasus Lapindo yang telah menyengsarakan ribuan orang dan mengambil uang rakyat di APBN tidak menjadi prioritas kerjanya sebagai Wamen ESDM. Namun tidak ada salahnya juga, bila sekarang publik mendesak Pak Rudi sebagai Wamen ESDM untuk melaksanakan kewajiban moralnya dalam kasus Lapindo, seperti yang sering beliau ungkapkan sebelum menjabat sebagai Wamen ESDM. Jika dulu Pak Rudi dengan idealismenya berteriak bahwa semburan lumpur Lapindo bukan disebabkan oleh bencana alam namun akibat pengeboran, kini saatnya beliau bertindak untuk meyelesaikan kasus Lapindo berdasarkan idealismenya itu. Jangan lupakan kasus Lapindo, Pak Rudi!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun