[caption id="attachment_271480" align="alignleft" width="648" caption="foto dipinjam dari themarketingbook.com"][/caption]
.
Di hari pertama lebaran, Doel Semprul mencoba untuk lebih bersabar. Tidak boleh banyak mengumpat lagi. Harus berprasangka baik, sebaik kepolosan bayi saat pertama dilahirkan.
Termasuk di tengah kemacetan seperti siang hari ini. Di hari pertama lebaran ini. Ketika kendaraannya merayap pelan sekali di dalam tol dalam kota menuju jembatan layang Kuningan. Tapi ia tetap berusaha tenang dan mencoba tersenyum. “Jangan mengumpat, Doel!” Bisiknya mengingatkan untuk menahan diri. Macet di hari pertama Lebaran haruslah dilihat sebagai sebuah takdir yang memang disiapkan oleh Tuhan, untuk dirinya dan untuk ribuan pengendara mobil lainnya. Supaya ia dan mereka bisa menyadari, bahwa di hari yang baru ini –tanggal satu syawal- semua orang siapapun dia memulai kehidupan sebagai manusia yang sama posisinya. Sebagaimana mereka semua saat ini sama nasibnya dan sama capeknya “ditempatkan” oleh Tuhan di jalan tol yang macet ini. Semua orang di hari yang suci ini sama kedudukannya, sama mulianya. Skor-nya nol-nol semua.
“TOOOTTTT!!.....” sebuah suara dari arah belakang mengagetkannya. Si Mamat, anak semata wayangnya yang duduk di depan sampai meloncat kaget dan melotot matanya.
“Apa ituu ?!” teriaknya sambil matanya mencari-cari ke belakang.
“Ohh..itu forraider, Mat..” jawab si Doel setelah megintip sekilas dari kaca spionnya. Maksudnya mungkin vooridjer, pengawal iring-iringan pejabat yang pernah jadi isu heboh di Jakarta.
“porrr..reder itu apaaa?..”, tanya Mamat sambil menempelkan wajahnya di jendela mobil dan melihat sebuah motor besar dengan lampu kerlap-kerlap dan sirene meraung-raung, meliuk ke kanan dan ke kiri kemudian melesat di bahu jalan. Di belakangnya, satu mobil minivan pelat hitam mengekor melesat cepat meyalip mobil si Doel dan ratusan mobil di depannya.
“TOOOTTTT!!....TTOOTTT!!...” suara itu kembali nyolot.
“Itu mobil pejabat, Mat. Di dalem mobil yang dikawal itu ada Bapak-Bapak yang ngurus negara kita ini. Saking pentingnya kerjaannya, dia ga boleh telat sampai tujuan sedetikpun. Bisa runtuh republik ini, kalau sampai dia telat”, si Doel berusaha menjelaskan dengan tenang. Ingat, Doel..jangan mengumpat!
“Ooo..Bapak itu mau kerjaaa?.. Tapi kan ini libur lebaran??..” Tanya Mamat keheranan.
Ups. Iya juga ya? Si Doel jadi mikir. Di hari lebaran ini, urusan apa sih yang lebih penting daripada urusan sungkeman, kumpul-kumpul bersama handai taulan sambil makan-makan ketupat berkuah opor ayam? Sampai harus menggunakan voorijder dan harus ngebut begitu ya? Si Doel berfikir keras untuk mencari justifikasi terhadap prasangka baiknya. Padahal umpatan sudah mengendap-endap. Ia harus menemukan jawaban yang tepat, atas pertanyaan si Mamat. Ini juga demi menjaga harga dirinya sebagai orangtua yang harusnya tahu segalanya. Think, Bro!....
“iyaa, Bapak itu kerja juga hari ini. Kan bos-nya lagi bikin open house”
“Open House itu apaa?..Itu kerjaa??...”
[caption id="attachment_271485" align="alignleft" width="603" caption="Open House, foto koleki pribadi"]
“Makanya, Bapak-Bapak itu pake foraiderr. Kan ga boleh telat masuk kerjanya “
Si Mamat terdiam. Sepertinya puas dengan penjelasan bapaknya. Syukurlah. Si-Doel Semprul juga senang, karena berhasil untuk tidak mengumpat hari ini . Skornya masih nol-nol... :)
.
Jakarta, TTOOOTT!...Nguing-Nguiiinggg!.....
.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H