Mohon tunggu...
Pidato Semprul 17an Janu
Pidato Semprul 17an Janu Mohon Tunggu... pegawai negeri -

memunguti remah-remah pengembaraan...

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Nasi Jamblang Dibungkus Daun Jati

14 April 2012   11:06 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:37 2001
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

. Jika kebetulan singgah di kota Cirebon, jangan lupa mampir mencicipi makanan khas kota ini. Nasi yang dibungkus dengan lembaran daun jati. Daun pohon jati? Ya, betul. Bukan dengan kertas minyak seperti nasi bungkus biasa, bukan pula dengan daun pisang. Sega Jamblang namanya, atau lebih populer dikenal sebagai Nasi Jamblang. Namanya diambil dari nama sebuah daerah berjarak lima belas kilometer di sebelah barat daya kota, dari mana makanan ini berasal dulunya. Yang bungkusnya berasal dari daun pohon jati yang banyak terdapat di sekitar Cirebon (bukankah salah seorang Walisongo yang dulu menetap di kota ini dikenal sebagai Kanjeng Sunan Gunung Jati?). Dan konon katanya hanya daun pohon jati dari daerah Cirebon yang bisa dipakai untuk membungkus nasi jamblang ini. Daun jati dari daerah lain tidak mampu menjaga nasi agar awet tidak basi.

13344011692025250971
13344011692025250971
Tidak sulit mencari nasi jamblang di kota Cirebon. Banyak sekali warung besar dan kecil yang tersebar di sepenjuru kota menawarkan makanan unik ini. Warung yang sudah populer namanya (misalnya warung Mang Dul, Putra Pa' Gendut dan Ibad Otoy) maupun warung sederhana yang tak pernah dikenal oleh media. Bungkusan kecil-kecil nasi jamblang sama bertumpuk berwarna hijau. Porsinya kecil, karena memang sebanyak itulah yang bisa dibungkus oleh sehelai daun jati. Karena dulunya konon sebanyak itulah nasi jamblang yang dimakan oleh penduduk daerah sini ketika diperbudak kerja paksa oleh kolonial Belanda membangun jalan dari Anyer ke Panarukan. Cukuplah kisah sejarahnya. Sahabatku yang menjemputku ke stasiun kereta api Kejaksan Cirebon sudah membawaku langsung ke sebuah warung nasi jamblang di tengah kota. Jam tanganku sudah menunjukkan pukul tujuh selepas petang. Ramai pengunjung warung ini yang setiap hari buka mulai pukul 17.00 sore. [caption id="attachment_174668" align="alignright" width="366" caption="foto dipinjam dari google"]
13344047991954625412
13344047991954625412
[/caption] Bungkusan nasi jamblang sudah di tangan. Sekarang, mari kita memilih lauk-pauknya. Ups...ada sekitar dua puluhan baskom berisi lauk-pauk terhidang di atas meja di depanku. Unik sekali. Ada tahu, tempe, daging, paru, perkedel, sambal goreng, telur dadar, semur, telur, dan masih banyak lagi. Self service alias ambil sendiri yang kita suka. Saking banyaknya, aku sejenak terdiam di hadapan deretan baskom lauk itu. Malah bingung mau makan apa ? :) Ok,...mari mulai saja dulu dengan lauk yang paling kukenal, tahu dan tempe. Nanti pelan-pelan bisa dlengkapi dengan sayur dan kuah lantas sambal dan kerupuknya. Jangan lupa untuk mencatat lauk yang kita ambil, misalnya dicatat di HP anda, untuk nanti diperlukan saat membayar setelah kenyang. Wangi nasinya sangat berbeda. Dan pada setiap mengambil nasinya, tekstur daun jati yang menjadi alas nasi tersentuh  ujung jemari. Eksotis sekali!... :) .. Oleh-oleh kuliner unik dari Cirebon. Foto-foto koleksi pribadi, kecuali foto baskom lauk-pauk dari google. .

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun