Mohon tunggu...
Pidato Semprul 17an Janu
Pidato Semprul 17an Janu Mohon Tunggu... pegawai negeri -

memunguti remah-remah pengembaraan...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Fiksi Misteri] Sesudah Kembang Api

1 Januari 2012   02:15 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:30 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

.

Pesta telah usai. Lampu warna-warni tinggal menguntai gelap. Langit kembali senyap dan malam tersedak asap. Petasan dan kembang api telah memberikan nyala nyawanya yang terakhir kepada detik pergantian waktu, dan sobekan jasadnya kini serpih berserak. Bisu mati. Kerumunan telah kembali mimpi di lelap sudut-sudutnya yang sepi. Meninggalkan bekas semarak yang kini dirayapi basah pagi.

Perempuan itu dengan sabar memungutinya satu demi satu. Di alun-alun pasar malam tengah kota saja ada ribuan yang ia temukan.  Selalu saja begini setiap pagi pertama di tahun baru, sudah selama dua puluh tahun umurnya. Sejak dulu sekali ia masih kanak diajak oleh Ibunya ke sini, melakukan hal yang sama seperti ini. “Kasihan, Nduk…jika tidak kita urusi…”, begitu kata Ibunya dulu sekali. Dan sejak sepeninggal Ibunya pergi, tinggal perempuan itu sendiri yang meneruskan. Hadir menjadi bayang, yang mengarungi kabut pagi pertama di setiap awal tahun baru,… memunguti mereka satu demi satu.

Dan hatinya selalu saja menangis melihat mereka mengerjap-ngerjap dengan mata basah dan isak yang menyedak. Tangan-tangan mungil mereka mencari-cari dalam gigil dingin pagi. Duh..apa salah mereka sehingga dibuang berserakan begini?! Dengan hati-hati perempuan itu memunguti mereka satu demi satu, memeluk meredakan isak tangis mereka. Menjanjikan mereka sebuah tempat tinggal yang hangat bersamanya. Membelainya dengan kasih seorang Ibu, mengecup ujung hidung mungil mereka dan kemudian meletakkan mereka ke dalam kain gendongannya. Memberikan hangat kepada mereka semua, yang telah ditinggalkan…diabaikan…untuk kemudian dilupakan:  ribuan serpihan kenangan lama yang dibuang demi untuk sebuah hari yang serba baru...

“Duhai, kenangan duka, kepedihan dan luka……teganya mereka telah membuangmu begini rupa. Bukankah mereka sendiri yang telah membuahi benih kalian di awalnya? Mereka sendiri yang telah membesarkanmu di dalam kandungan diri mereka? Dan jika kemudian engkau menjelma duka, pedih dan luka…bukankah engkau adalah tetap anak-anak kandung mereka? Tega sekali mereka mencampakkan dan membuangmu ?!

Duh…bukankah kenangan duka, kepedihan dan luka adalah makhluq yang IA cipta untuk kebaikan diri mereka juga? Agar mereka selalu ingat, bahwa sesungguhnya kita adalah semata tiada di hadapan segala rencana dan ketetapanNYA….”

Mata mungil mereka hanya mengerjap-ngerjap di balik gendongan…

..

Pagi satu. Selamat Tahun Baru..

.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun