Mohon tunggu...
Pidato Semprul 17an Janu
Pidato Semprul 17an Janu Mohon Tunggu... pegawai negeri -

memunguti remah-remah pengembaraan...

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Aku dan Anda Berbeda, dan Biarlah Demikian...

9 November 2009   14:49 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:23 828
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika negeri telah semakin gerah, semakin terasa sesak akibat ulah segolongan mereka yang semakin memaksakan identitasnya -apakah itu identitas politis atapun religius- sebagai sebuah identitas yang harus ditiru oleh yang lainnya...apalagi dengan mengatasnamakan "demi kebenaran" dan "untuk kesucian"... maka sudah saatnya kita mengingat-ingat kembali tentang siapa kita sebagai manusia di antara manusia yang lain di sekitar kita. Mengingat kembali, bahwa ketelanjangan wajah (epifani) adalah kehadiran langsung dari “yang lain” sebagai “yang lain” (Emmanuel Levinas, 1906-1995). Antarsubyektivitas adalah perjumpaan antara Aku sebagai manusia yang otentik menjadi Aku....dengan yang lain, yang juga secara otentik menjadi yang lain. Anda adalah misteri yang tak pernah merupakan pengalaman ilmiah. Tak ada orang yang bisa memaksa anda menjadi seseorang atau sesuatu yang lain. Tak ada orang yang bisa “menggunakan” Anda. Anda tak pernah merupakan “obyek”. Maka dalam hubungan Aku-Anda tak pernah ada hubungan penguasaan dari Aku terhadap Anda atau Anda terhadap Aku. Seorang filsuf Austria, Martin Buber (1878-1965), menyatakan bahwa hubungan antarpersonal seyogianya bersifat mutual dan holistik, dimana hubungan “Aku-Anda” (Ich-Du, I-Thou) adalah hubungan dua kutub yang setara, yang merupakan hubungan timbal balik yang sempurna (Gegenseitigkeit). Lebih jauh Gabriel Madinier (1895-1958) mengatakan, bahwa “menghendaki yang lain sebagai subyek” merupakan cerminan cinta kasih. Dan dalam cinta kasih kita tidak ingin “menguasai” atau “memiliki” orang lain, baik secara fisik, psikis maupun intelektual. Cinta yang murni adalah cinta yang tidak bersyarat, dan yang hanya menginginkan kebaikan dari yang dicintai; velle alicui bonum (Thomas Aquinas, 1225-1274). Dengan demikian, secara umum antarsubyektivitas mengingatkan sebuah visi kemanusiaan yang memandang “yang lain” (manusia lain dan lingkungan) sebagai yang setara, yang harus diperlakukan dengan rasa cintakasih, berkeadilan dan empati. Tidak boleh ada pemaksaan terhadap yang lain untuk merubah dirinya menjadi Aku. Anda adalah anda yang otentik, dan Aku tak pernah boleh merubah Anda menjadi Aku...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun