"Sulit dipercaya! Aku pikir kau sudah mati!"
"Apa yang terjadi denganmu? Kemana saja kau?"
Beragam pertanyaan keluar dari bunga -- bunga itu. Mereka mendengarkan cerita si anggrek dengan penuh perhatian, karena anggrek adalah teman yang paling jujur. Namun siapa sangka, kejujuran anggrek itu mengancam keselamatan para bunga.
"Jadi begitulah. Aku diselamatkan oleh gadis dan bunga mawar, tepat sebelum mandrake itu menyerangku. Dan aku kesini untuk memberitahu kalian, kalau di bawah sudah aman. Mandrake itu sudah pergi, jadi kita bisa kembali kesana." kata si anggrek.
"Tunggu dulu. Tapi kata gadis itu, kami diminta tetap tinggal disini selama beberapa waktu." kata si dahlia.
"Ya, itu benar. Gadis itu juga bilang kepadaku, kalau dibawah sudah aman. Dia bilang, kita bisa turun kapanpun."
"Benarkah? Tapi kenapa gadis itu tidak kesini dan memberitahu kami?"
"Dia bilang, dia bersama mawar akan menunggu di bawah sana. Mereka berdua sedang merencanakan sesuatu untuk mandrake itu. Jadi aku diutus kesini memberitahu kalian."
Karena mendengar kabar itu, bunga -- bunga lain tampak senang. Tanpa diminta lagi, satu per satu dari mereka meluncur turun dari bukit itu. Si tulip meloncati gurun itu dengan riang. Si melati dan bugenvil berjalan di belakangnya. Bahkan saking tidak sabarnya, banyak bunga lain terbang ke bawah agar bisa merasakan tanah tempat tinggal mereka.
Hanya ada satu bunga yang belum turun. Si dahlia masih berada di atas bukit, menyeru teman -- temannya agar tak terburu untuk turun, tapi sayangnya mereka tetap melakukannya.
Bunga -- bunga yang sudah sampai di bawah, terkejut karena mereka telah ditunggu barisan tanaman mandrake. Mandrake itu tanpa ampun menghantam para bunga hingga tak bersisa. Siasat anggrek berhasil. Mandrake kembali merebut tempat itu, dan memenuhi dengan sulur -- sulur hijaunya. Namun mereka tahu ada satu yang masih lolos.