Mohon tunggu...
Deni I. Dahlan
Deni I. Dahlan Mohon Tunggu... Penulis - WNI

Warga Negara Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Nona Kecil dan Sebatang Pohon Tua

2 Mei 2021   00:58 Diperbarui: 2 Mei 2021   01:23 464
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Suit!"

Dua bocah itu saling mengadu tangan. Bocah lelaki mengepalkan tangannya seperti batu. Sedangkan si nona kecil merentangkan jarinya bagai kertas.

"Aku menang! Kali ini kau yang jaga." Kata si nona.

Dengan nada mengeluh, anak lelaki itu menutup matanya sambil berhitung.

"7.. 8. 9.. 10. Aku buka mataku sekarang."

Lalu ia berjalan di sekitar taman itu. Ia mencari si nona yang bersembunyi entah dimana.

"Awas saja kalau kau meninggalkan aku lagi. Kalau kau pulang, aku tak mau bermain petak umpet denganmu lagi." Katanya memperingatkan ke arah taman.

Sementara itu, si nona pergi melewati taman itu. Ia tak sengaja menemukan kupu -- kupu cantik berwarna ungu. Lalu ia mengejarnya namun gagal menangkapnya.

Sampai akhirnya, ia baru sadar kalau dirinya terlalu jauh. Sekarang ia tersesat di taman yang agak kotor dan tak terurus. Banyak tanaman rusak dan tanahnya dipenuhi lumut. Dan tak jauh dari sana, ada sebuah pohon yang agak tinggi, tapi batangnya agak merunduk.

"Pohon ini dan tempat ini.. Kasihan sekali." Kata si nona.

Lalu tiba -- tiba daun dari pohon tinggi itu bergerak sendiri. Rantingnya mulai bergetar. Batangnya yang membungkuk perlahan melenting. Dan di bagian atas, tampaklah batang pohon yang menyerupai wajah manusia.

"Arrrgghhh!!" Si pohon meraung, membuat si nona kaget dan mundur darinya. Namun ia tetap iba kepada pohon ringkih itu.

"Kenapa kau meraung?" Kata si nona.

"Aku.. dikejar manusia!" Jawab si pohon.

"Dikejar manusia?"

"Mereka.. membawa pedang dan perisai. Membakar kami di hutan, lalu kami melarikan diri kesini." Lalu pohon itu membungkuk kembali, tak bergerak sama sekali.

Si nona lalu mendekati pohon tua itu pelan -- pelan, lalu menyentuh salah satu daunnya.

Anehnya, daun yang awalnya kusam itu berubah jadi segar, dan pohon itu hidup lagi. Tak hanya pohon itu, tapi tanaman lain juga.

"Apa yang kau lakukan, nona kecil?" tanya si pohon.

"Aku tak tahu. Aku hanya menyentuh daunmu. Kenapa kau bangun lagi?"

"Bangun? Aku baru saja mati!"

Si nona kecil kaget.

"Sebelum bertemu denganmu, aku sudah sekarat. Lalu aku mati tepat setelah kita ngobrol tadi. Tapi entah kenapa, aku sekarang hidup lagi. Daun -- daunku menghijau. Ranting -- rantingku kokoh kembali. Apa yang terjadi?"

Baik si pohon dan si nona sama -- sama bingung.

"Tadi kau bilang apa?" tanya si pohon.

"Yang mana?"

"Yang tadi. Yang kau lakukan saat kau mengira aku tidur."

"Oh, itu. Aku hanya menyentuh daunmu. Lalu kau bangun lagi."

Si pohon terdiam sebentar, lalu ingat sesuatu.

"Jangan -- jangan.. kau anak terpilih itu."

"Anak terpilih?"

"Ya. Kami dulu tinggal di hutan sana. Tapi karena manusia banyak membangun rumah disana -- sini, kehidupan kami jadi terancam. Mereka menebas pohon -- pohon dengan pedang, membakar tanah tempat tinggal kami hingga jadi arang. Banyak pohon yang mati, dan kami yang sekarang tinggal sedikit ini menyelamatkan diri kesini."

Si pohon meneruskan.

"Tapi di tengah perjalanan menuju kesini, kami menemui seseorang. Ia bilang kalau nyawa kami akan diselamatkan oleh seorang gadis kecil. Dan gadis kecil itu punya kekuatan penyembuh bagi pohon dan bumi yang sakit."

Lalu si pohon membungkukkan badannya, mendekati si nona.

"Dan tampaknya kami sekarang sudah bertemu dengan nona kecil itu."

Si gadis masih bingung dan tak percaya dengan omongan si pohon.

"Aku tahu. Mungkin kamu masih tidak percaya dengan kemampuan dirimu sendiri. Tapi kau benar -- benar berhasil menghidupkan aku lagi." kata si pohon.

"Tidak mungkin. Bagaimana bisa aku bisa menghidupkan pohon yang sudah mati? Kau salah orang. Bukan aku anak yang terpilih itu." Kata si gadis.

"Mari kita lihat. Disebelahmu ada rumput yang gersang dan sekarat. Aku mohon sentuhlah rumput itu. Kalau tidak terjadi sesuatu, berarti perkiraanku salah. Tapi kalau rumput itu bergerak lagi, berarti benar kaulah anak terpilih itu."

Si nona awalnya tak mau. Ia bingung sekaligus takut. Tapi di hatinya ad secuil rasa penasaran. Lalu ia pun memberanikan diri untuk menyentuh rumput itu. Ia sentuh salah satu pucuknya dengan jari mungilnya. Dan beberapa saat kemudian, rumput berwarna cokelat gersang itu berubah menjadi segar lagi.

Merasa tak percaya dengan itu, si nona mencoba menyentuh tanaman lain disebelahnya. Mereka yang awalnya seperti layu, setelah disentuh oleh tangan si nona, menjadi hidup lagi.

"Bagaimana, kau masih meragukan kemampuan dirimu sendiri?" tanya si pohon.

Si nona merasa campur aduk. Masih ada sedikit rasa tak yakin, tapi kepercayaan dirinya mulai tumbuh.

Lalu tiba -- tiba ia terdengar suara temannya. Bocah laki -- laki itu berteriak memanggilnya, berkata kalau ia sudah menyerah dan tak mau mencari si nona lagi.

"Aku dijemput temanku. Besok aku akan kesini lagi!" kata si nona sambil melambaikan tangannya kepada si pohon. Lalu ia menemui bocah laki -- laki itu, dan bilang kalau permainan petak umpet pada sore itu dimenangkan oleh si bocah. Saat berjalan pulang, si nona juga bercerita kepada si bocah tentang keinginannya. Suatu hari ia ingin membangun desa itu, dan salah satu caranya adalah dengan menghiasi kota kecil itu dengan tanaman -- tanaman segar dimana -- mana.

Tamat

Cerita sebelumnya:
Si Gadis dan Empat Buah Kesayangannya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun