"Carilah air terjun itu!" Kata orang gunung. Ia masih kesakitan namun berusaha mengusir gerombolan lintah itu dengan obornya.
Si turis dan si pemandu berlari ke tengah pemakaman. Mereka berlari di jalan setapak, menembus ribuan kunang-kunang yang terus berkelap-kelip.
Semakin berlari, semakin banyak kunang berdatangan. Sampai akhirnya kuburan gelap itu sudah tak tampak, diganti oleh dunia penuh cahaya kekuningan yang berpendar tiada henti.
Dan setelah dilihat dari dekat, bentuk mereka seperti manusia kecil yang bersayap. Sepintas mirip peri.
"Selamat datang di dunia kami." Kata salah satu peri, menyambut si turis dan si pemandu.
"Ini dimana?" Tanya si turis.
"Kalian berada di dunia peri kunang-kunang."
Si turis dan si pemandu tercengang. Mereka melihat sekitar. Tampak banyak rumput dan ilalang yang tumbuh subur. Di atasnya terdapat ribuan kunang-kunang bersliweran. Mereka mencari tanda-tanda air terjun, tapi tak ada.
Â
"Hei, kenapa kita malah kesini?" Tanya si turis.
"Entahlah, tadi kita lari begitu saja. Tahu-tahu sudah disini." Kata si pemandu.
"Coba kau baca bait kedua puisi itu. Apa ada hubungannya dengan tempat ini?"
"Tidak. Disini tertulis "Kepak elang kan terdengar", tapi disini tak ada elang."