Mohon tunggu...
Deni I. Dahlan
Deni I. Dahlan Mohon Tunggu... Penulis - WNI

Warga Negara Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pelajar Bingung Pilih Sekolah? Bagus!

11 Januari 2021   00:36 Diperbarui: 11 Januari 2021   00:43 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap pelajar punya kecepatan masing - masing saat menentukan arah hidupnya. Ada yang masih sekolah tapi sudah punya keyakinan mantap tentang karirnya di masa depan. Sementara ada juga pelajar yang tak begitu memusingkan mau sekolah dimana, yang penting uang jajan terus ada. Sebagian yang lain masih bingung.

Bingung karena teman - temannya tertarik untuk sekolah disini, sedang orangtuanya mengarahkan pelajar agar sekolah disana. Mereka mengalami kebingungan akan masa depannya, sehingga kadang mereka bertanya kepada diri mereka sendiri, "Pilih sekolah dimana enaknya ya?"

Teman - teman mereka banyak yang berpencar dan sudah menetapkan tujuannya, sementara pelajar yang galau tadi masih berhenti di tempat untuk mencari tujuan selanjutnya. Untuk seorang pelajar yang dari kecil mungkin tidak terbiasa mengambil keputusan, memilih sekolah berdasarkan keinginan sendiri tampaknya membuat pelajar tadi tambah bingung. Mereka lebih terbuka terhadap berbagai pilihan, namun saking banyaknya pilihan membuat mereka berpikir semuanya tak ada beda.

Kalau sudah begitu, mungkin salah satu yang bisa dilakukan adalah dengan memilihkan. Mereka belum bisa memilih sendiri, jadi harus dipilihkan. Entah lewat orangtuanya atau hasil rembugan saudaranya.

Meski dipilihkan dan terkesan dikendalikan oleh keluarga, anak yang tidak memiliki keinginan memilih sekolahnya sendiri menjadi sedikit terbantu dalam melanjutkan pendidikan formalnya. Meski resiko jangka pendeknya mereka tak punya pendirian dan tak begitu mandiri, dengan dipilihkan untuk sekolah disini atau kuliah disitu membuat mereka tak begitu bingung lagi, sehingga punya ruang lebih banyak untuk memikirkan hal yang lebih penting.

Misalnya, awalnya mereka bingung mau lanjut sekolah dimana. Kemudian lewat rembugan keluarganya, mereka dipilihkan untuk melanjutkan pendidikan di sekolah A. Dengan dipilihkannya sekolah untuk si pelajar, maka beban kebingungannya akan berkurang. Sehingga mereka punya lebih banyak ruang untuk memikirkan hal lain, seperti bagaimana cara belajar di sekolah A, apa saja kendala yang mungkin muncul, dan hal penting lainnya.

Jadi kalau pelajar belum punya keinginan memilih sekolahnya sendiri, demi melanjutkan pendidikan formal sang anak, maka orangtua bisa membantu dengan memilihkan sekolah yang terbaik untuk mereka. Itu bisa dilihat sebagai bentuk mendikte anak, tapi bisa juga dipandang sebagai melatih anak untuk belajar tidak melawan apa yang terjadi pada hidup mereka. Sehingga mereka tidak hanya menjadi pelajar di sekolah formal saja, tapi juga belajar di "sekolah" yang memiliki makna lebih luas. Karena mengutip kata - kata populer, "Pembelajaran tidak hanya tentang mau sekolah dimana atau dapat pretasi apa, tapi merupakan proses yang dilakukan terus - menerus selama seseorang hidup."

Jadi, tidak masalah kalau ada pelajar yang masih bingung tentang ketidakpastian masa depannya, karena itu adalah juga bagian dari proses pembelajaran seumur hidupnya. Kebingungan yang ia alami bagus untuk perkembangan dirinya, agar ia bisa berlatih menaklukkan kebingungan itu sendiri.

Jadi semakin hari ia akan semakin matang dan punya keyakinan mantap saat mengambil keputusan dalam hidupnya setelah ia lulus nanti. Dan kabar yang lebih menyenangkan adalah, tidak ada pelajar yang salah dalam mengambil keputusannya, karena setiap orang maju dengan kecepatannya masing - masing.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun