Fajar yang indah, di depan mata tersaji sarapan ala kerajaan orang kecil
Sekepal ketan berlumur kelapa, serpihan kacang goreng dan butiran gula kristal
Nafsuku mendahului takdir, karena sudah terbayang betapa lezatnya hidangan ini
Padatnya ketan serasa memenuhi perut kerempengku
Lembutnya parutan kelapa menghaluskan ruas kerongkongan kasarku
Renyahnya kacang melatih geraham dan taringku bersatu padu
Dan manisnya gula tebu membius kehidupanku yang pahitÂ
Ahhh.. Pagi yang sempurna
Dan sempurnanya jadi sirna
Saat kulahap sendok demi sendok, mendadak ku berhenti di tengah perjalanan
Ada suara tak berwajah, mengendalikan tanganku menaruh sendok
Ia berkata, "Ketannya lembek"
Berlanjut, "Kelapanya asam"
Disertai, "Kacangnya gosong"
Dan berakhir dengan, "Gulanya hambar"
Aku pun tak tega untuk menuntaskannya
Saat aku berjeda antara hidup dan mati, aku memandang ketan itu dan mengingatnya
Kemarin enak saja, tapi kini kenapa bikin merana?
Lalu ku teringat ocehan seorang gila, "Enak tidak enak, makan saja"
Makan ketan kalau dirasa, membuatnya bersisa dan memberatkan hidup bagai dihimpit batu dosa
Makan ketan kalau hanya mengunyah dan menelannya, akan habis tanpa terasa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H