Sore itu Pak Cik menemani sepedanya berkeliling desaÂ
Sepedanya berkeringat dan bermandikan peluh, membuat kerangka keringnya basah akan perubahanÂ
Pak Cik tahu, menghentikan kayuhan dan menyandarkan besi tua ituÂ
Di tiang listrik yang tinggi, kurus dan legamÂ
Sama tua, namun beda rupaÂ
Logam rakitan Pak Cik mulus halus, dan tiang yang menjulang berlumur kerak dan karatÂ
Kulitnya terkupas irisan zaman, dan tepat ditengahnya ada luka lebam Â
Tiang itu penyokÂ
Lekuk pada tiang itu meluruskan keingintahuan Pak CikÂ
Mungkin ada seorang bodoh yang membenturkan jidatnyaÂ
Tapi adakah?Â
Atau sebuah kendaraan berat tak sengaja menubruknyaÂ
Tapi itu di gang sempit!Â
Bisa saja seseorang menghantamnya dengan batuÂ
Tapi buat apa?Â
Cahaya jingga memudar, diganti abu - abu suram di langit baratÂ
Pak Cik mengayuh sepedanya lagi, meninggalkan tiang penyok dan menanggalkan asumsinya yang berkelokÂ
Saat kusapa, ia hanya berlalu dan tak membalasÂ
Lalu kulihat tiang itu sudah tak penyok lagiÂ
Dan tampaknya aku tahu kemana perginyaÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H