Mohon tunggu...
Dauf Anwar
Dauf Anwar Mohon Tunggu... Politisi - Suara sajak | Bertumbuh dengan @aleakonveksi.id Founder @suaramuda.id @Siyasahstudio

Pemikir dan Penyuka Sajak

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Fomo: Gaya Hidup Bebas

20 November 2024   17:40 Diperbarui: 20 November 2024   17:42 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

FOMO : GAYA HIDUP BEBAS 

FOMO adalah istilah pada 2004 di perkenalkan dan setelah itu digunakan secara global sejak 2010 untuk menggambarkan fenomena yang diamati di situs jejaring sosial.Pada akhirnya Istilah ini masuk ke dalam kamus Oxford pada 2013. Sebetulnya pada gejala FOMO itu sudah ada jauh sebelum kemunculan istilahnya. Hanya saja, fenomena ini semakin meluas dan kompleks karena pengaruh media dengan jejaringnya yang begitu mudah memantik sikap FOMO khususnya di kalangan generasi. Fear of Missing Out (FOMO) adalah fenomena yang telah menjadi salah satu tren penting di kalangan Gen Z.

 FOMO adalah dampak besar interaksi berbasis teknologi terhadap psikologi atau perilaku komunikasi individu, terutama di kalangan remaja dan dewasa muda. FOMO adalah gejala sosial yang serba ikut-ikutan atau yang timbul Ketika seseorang tidak mau ketinggalan dan tidak ingin sendirian. fenomena sosial yang dikaitkan dengan rasa takut atau cemas jika tidak mengetahui berita terkini atau jika orang lain melakukan kegiatan yang menyenangkan tanpa anda Di kalangan generasi muda milenial dan Gen z FOMO sangat erat dengan pemanfaatan teknologi finansial yang terus meningkat. 

Berdasarkan laporan Lokadata[dot]id, sebanyak 78% generasi milenial dan Gen Z telah menggunakan aplikasi fintech setiap harinya, termasuk dompet digital, layanan pinjaman, dan pembayaran digital. Sangat tingginya adopsi ini berpotensi menimbulkan kerugian bagi generasi muda karena tidak dibarengi dengan pemahaman atau literasi keuangan yang memadai. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkap bahwa milenial dan Gen Z menjadi penyumbang utama kredit macet pinjaman online (pinjol), yang salah satu penyebab maraknya pinjol pada milenial adalah gaya hidup FOMO. 

GAYA HIDUP LIBERAL 

Kita tentu mengetahui Ketika fenomena labubu menjangkiti jagat media sosial, mendadak viral sebab postingan salah satu idola K-Pop. Postingan tersebut memicu FOMO di kalangan Gen Z di sejumlah negara. Fenomena global ini nyatanya memberi peluang bagi para pelaku bisnis untuk membuka penawaran produk satu boneka yang terbatas. Juga disinyalir FOMO marketing, Dimana strategi pemasaran yang memanfaatkan rasa takut kehilangan mendapatkan kesempatan sesuatu, hal ini mendorong para konsumen untuk membeli dengan segera. 

Di sisi lain juga, media bisa memberikan atmosfer opini untuk membangun atau menambah kecemasan konsumen muncul kekhawatiran bahwa mungkin tidak dapat kesempatan jika tidak bertindak cepat. Yang menjadi masalah adalah sebanyak 60% Milenial dan Gen Z melakukan pembelian,penyewaan,atau menggunakan itu karena hanya FOMO. Salah satu penyedia layanan tiket dan manajemen acara daring ini menilai bahwa 69% aktivitas remaja saat ini dipengaruhi perilaku FOMO. Tren ini tentu menimbulkan banyak pertanyaan, "Bagaimana bisa perilaku ini muncul dan menjadi tren di kalangan generasi?" Jawabannya, ini tentu tidak lepas dari sistem kapitalisme liberal semua hal ini mendewakan prinsip kebebasan. 

Dalam sistem ini, tren ini mendapat pemakluman.Jaminan kebebasan individu untuk melakukan sesuatu menjadikan segala keputusan personal mereka sebagai privasi yang tidak perlu dipermasalahkan. Dan juga menciptakan berbagai standar-standar sosial yang berorientasi pada kemewahan materi. Kondisi semacam ini telah membuat masyarakat berlomba-lomba untuk mengejar kebahagiaan yang berifat materi semata. Tujuannya tidak lain untuk mendapat pengakuan di tengah masyarakat. Gaya hidup bebas penuh prestise ala masyarakat kapitalisme ini praktis menciptakan kesenjangan sosial akut sekaligus memicu konsumerisme. Ini pula yang menjadi ruang bagi masuknya bisnis pinjol dan jenis layanan paylater yang marak saat ini. Sangat ironis, jika peran mereka yang masih muda ini sudah terjangkiti hidup hedonis dan konsumeris dengan gaya hidup referensi ala influencer, yang terjebak dalam hidup hedon, yang sangat peduli dengan penampilan yang berlebihan, tetapi hidup boros meskipun berhutang. Anak muda mudi yang di iming-imingi warna warni kehidupan glamour yang bersifat halu penuh ilusi. Fatamorgana yang diciptakan kapitalisme yang membuat mereka rabun akan makna kebahagiaan, dan lupa dengan perannya betapa pentingnya peradaban

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun